Program itu tidak hanya menangani masalah lingkungan, tetapi juga memberdayakan komunitas untuk mengelola sampah secara efektif.
Komunitas mengumpulkan rata-rata 2 ton sampah plastik dan kertas setiap pekan, menghasilkan pendapatan sekitar Rp16 juta per bulan dari penjualan sampah.
Setiap hari, 20 tempat sampah limbah dikumpulkan. Dan 30 persen dari sampah organik terolah menjadi kompos dan pakan maggot. Hal itu dapat mengurangi jumlah sampah dan menyediakan produk berguna bagi pertanian.
BACA JUGA: Kreatif! Kecamatan Semarang Tengah Ubah Sampah Plastik Jadi Paving Block
Selain dari penjualan sampah, mereka juga mengelola pembayaran sampah bulanan dari Rukun Tetangga (RT). Total pendapatannya mencapai Rp135 juta per bulan. Pengeluaran untuk gaji dan pengelolaan TPS mencapai Rp7 juta per bulan.
“Di tahun 2024 desa kami sudah memiliki penghasilan dari hasil pengolahan sampah total sekitar Rp143 juta. Ini sudah menjadi salah PADes kami,” jelas Mundir.
Program tersebut berawal dari penilaian awal untuk mengidentifikasi tantangan dan peluang dalam pengelolaan sampah. Dari situ, terbentuklah Sekolah Lapangan Pengelolaan Sampah yang memberikan pengetahuan dan keterampilan penting kepada anggota masyarakat.
Fokus utama dari program itu ialah perubahan perilaku masyarakat melalui pendidikan berkelanjutan mengenai prinsip Mengurangi, Menggunakan Kembali, dan Mendaur Ulang (3R). Di Desa Rengel, program ini telah berkembang menjadi unit bisnis yang sukses. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi