“Sekarang yang beli malah orang tua, sedangkan anaknya enggak suka. Ada langganan yang tiap tahun beli, umurnya 80 tahun,” ucapnya.
Perajin Warak Ngendog andalkan pesanan dari sekolah
Arif sendiri bukan perajin Warak Ngendog sembarangan. Ia telah puluhan tahun menjadi perajin sejak tahun 1990-an, meneruskan kiprah sang ayah.
Dulunya, ia kerap menerima pesanan dari Pemkot Semarang tiap menjelang bulan Ramadan. Apalagi, saat zaman Wali Kota masih Hendrar Prihadi (Hendi).
Namun, semenjak pandemi Covid-19 datang dan Pasar Dugderan vakum, ia sudah lama tak menerima pesanan dari Pemkot. Ia pun hanya mengandalkan pesanan dari instansi pendidikan.
BACA JUGA: Perajin Akar Kayu Jati di Blora Rambah Pasar Ekspor Luar Negeri
“Kalau pesanan biasanya sekarang paling dari sekolah-sekolahan. Buat karnaval-karnaval sebelum puasa,” sambungnya.
Adapun untuk harga, Arif mematok tarif yang bervariasi tergantung tingkat kesulitan, yaitu mulai dari Rp60 ribu sampai Rp5 juta.
“Untuk proses pengerjaan sehari bisa, tapi kalau yang ukurannya besar bisa memerlukan waktu tiga sampai empat hari,” tandasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi