SEMARANG, beritajateng.tv – Beberapa tahun terakhir, gaya liburan ala open trip terbilang populer di kalangan para traveller. Secara umum, open trip adalah sekelompok orang yang tidak mengenal satu sama lain pergi berlibur bersama.
Namun akhir-akhir ini, tren perjalanan open trip juga merambah di aktivitas pendakian gunung. Padahal, seperti yang kita tahu, gunung bukanlah tempat wisata untuk berlibur.
Kepala Bidang Kedaruratan BPBD Jateng Muhammad Chomsul mengatakan, fenomena open trip dalam pendakian gunung bukanlah hal yang baik. Apalagi ketika para peserta tidak saling mengenal satu sama lain.
“Kami menyoroti fenomena open trip, di mana penyelenggara menghimpun orang-orang dari berbagai wilayah yang sama-sama suka naik gunung tapi sebenarnya tidak saling kenal,” kata Chomsul saat beritajateng.tv hubungi, Jumat, 18 Oktober 2024.
BACA JUGA: Berikut Kronologi Hilangnya Naomi Daviola di Gunung Slamet, Banyak Pelajaran yang Bisa Kita Dapat
Menurut Chomsul, kekompakan dalam rombongan pendakian adalah hal terpenting. Sedangkan kekompakan pada rombongan open trip umumnya tidak terbangun.
Sehingga, ia tak begitu menyarankan pendakian gunung melalui open trip. Jangan sampai ada kejadian saling meninggalkan atau tertinggal rombongan karena ego masing-masing anggota.
“Ego saat di lapangan itu menjadi tinggi, ada yang pengen sampai duluan padahal timnya masih di belakang, terus meninggalkan rombongan. Jadi memang perlu pengelola yang lebih care pada anggotanya,” sambungnya.
Posisi penting dalam open trip gunung: leader, navigator, hingga sweeper
Lebih lanjut, Chomsul menjelaskan, rombongan semestinya berbagi tugas selama pendakian gunung. Ada tiga posisi penting yang wajib ada, yaitu leader, navigator dan sweeper.