Rukardi melanjutkan, karena aliran itu tak jarang wilayah tengah Kota Semarang banjir saat curah hujan tinggi. Oleh karenanya, Belanda kemudian membangun saluran yang tembus ke laut supaya air tidak masuk ke tengah kota.
Bendungan Pleret itu lah yang berfungsi sebagai pintu untuk mengatur aliran air yang masuk ke Kali Semarang.
“Kalau hujan datang, debut air tinggi, nah air yang masuk ke kota bisa diatur, ditutup, jadi air langsung lurus ke arah utara, ngga perlu lewat pusat daerah,” sambungnya.
Bendungan Banjir Kanal Barat jadi wahana seluncuran sejak zaman Belanda
Uniknya, saat pembangunan Bendungan Pleret selesai, masyarakat sekitar malah memanfaatkan mercu bendungan untuk seluncuran. Mereka bahkan membentuk klub seluncuran yang mewadahi aktivitas mereka.
“Pada masa itu seluncuran tidak hanya dilakukan oleh anak-anak, tapi juga orang dewasa,” kata Sukardi.
Ia menyebut, masyarakat sampai akrab dan mengenal seorang penjaga bernama Zimmermann. Yang kemudian sempat menjadi nama jalan di samping Banjir Kanal Barat.
“Kanal itu dimanfaatkan warga untuk tempat pelesiran. Banyak orang datang ke tempat itu untuk memancing, menikmati pemandangan atau bermain seluncuran,” tandas Rukardi. (*)
Editor: Farah Nazila