Scroll Untuk Baca Artikel
Politik

Sanggah Sistem Pemilu Tertutup, Pengamat Politik: Mana Mungkin Pilih Sesuatu yang Kita Tidak Tahu?

×

Sanggah Sistem Pemilu Tertutup, Pengamat Politik: Mana Mungkin Pilih Sesuatu yang Kita Tidak Tahu?

Sebarkan artikel ini
perang narasi | Kaesang PSI | Mahfud Khofifah
Pengamat Politik dan Pemerintahan dari Universitas Diponegoro, Nur Hidayat Sardini. (Made Dinda Yadnya Swari/beritajateng.tv)

SEMARANG, beritajateng.tv – Pengamat Politik dan Pemerintahan Nur Hidayat Sardini (NHS) menyebut sistem Pemilu proporsional terbuka menegaskan terjaganya kedaulatan rakyat.

“Sistem (Pemilu proporsional terbuka) ini itu kan penting ya untuk menegaskan kedaulatan rakyat. Kedaulatan rakyat itu kan besar,” ungkap Nur Hidayat saat awak beritajateng.tv menemuinya langsung di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Undip, Kamis (8/6/2023).

Ia menyebut bahwa rakyat, dalam hal ini bertindak sebagai pemilih, memiliki kedaulatan yang besar. Musababnya, rakyat berpotensi terdampak dari politisi-politisi terpilih yang nantinya akan duduk di kursi pemerintahan.

Terkait hal tersebut, sosok yang pernah menjabat sebagai Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI pada tahun 2008-2011 itu menyinggung soal sistem Pemilu proporsional tertutup yang hanya memungkinkan rakyat memilih secara terbatas.

“Kalau tertutup, pemilih hanya disodorkan nama dan disuruh memilih. Nanti yang jadi atau tidak ya partai politik. Itu proporsional murni seperti pada masa orde baru,” ungkapnya.

Kepada awak beritajateng.tv, ia bercerita sedikit soal sejarah Pemilu yang pernah Indonesia terapkan, khususnya pada masa orde baru yang ia sebut menerapkan sistem Pemilu proporsional tertutup atau murni.

“Pada masa orde baru itu kan kita hanya memilih nomornya saja. Ada daftar 1,2,3,4,5 misalnya. Nanti partai yang akan menentukan siapa Caleg yang jadi berdasarkan proporsi. Otoritas partai sangat-sangat besar di sana,” ungkapnya.

Yakini sistem Pemilu proporsional terbuka jadi yang paling tepat

Meskipun sama sama melibatkan partisipasi pemilih dan partai politik, namun akademisi Fisip Undip tersebut meyakini bahwa sistem Pemilu proporsional terbuka, atau seperti yang terpakai saat ini, menjadi yang paling cocok.

“Sedangkan sistem proporsional terbuka proporsinya itu 50:50 dan partisipasi partai masih tetap ada. Apalagi nanti dikaitkan dengan penentuan pemenang dalam satu dapil. Penentuan itu berdasarkan suara terbanyak. Nah itu kita sekarang,” paparnya.

Ia mengungkap, jika sistem Pemilu yang saat ini mengadopsi proporsional terbuka berganti menjadi tertutup, maka pemilih tak akan memiliki peran yang signifikan.

“Tetapi kalau nanti sistem ini diubah menjadi tertutup, pemilih tidak punya peran yang signifikan. Karena ditentukan oleh hasil parpol berdasarkan suara rakyat dalam satu dapil,” bebernya.

BACA JUGA: Tak Hanya Soal Terbuka dan Tertutup, Ini Sistem Pemilu Lain yang Ada di Dunia, Apakah Itu?

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik tombol berikut:
Gabung ke Saluran

Tinggalkan Balasan