BACA JUGA: Fokus Cegah Kekerasan Anak, Yayasan Anantaka Semarang Minta Sekolah Ramah Anak Jangan Hanya Branding
Mereka awalnya tergoda janji kehidupan islami yang lebih baik, namun akhirnya sadar dan pulang ke Indonesia untuk membangun hidup baru.
Proses pengambilan gambar film ini memakan waktu delapan tahun oleh Kreasi Prasasti Perdamaian.
“Isu radikalisme ini masih jarang disentuh dalam kegiatan pencegahan kekerasan di sekolah. Padahal dalam Permendikbud No. 46 Tahun 2023, radikalisme termasuk bentuk kekerasan yang harus ada pencegahan di satuan pendidikan,” ujar Ika Camelia, Direktur Yayasan Anantaka.
Ika juga menyayangkan bahwa sebagian besar sekolah baru fokus pada pencegahan kekerasan fisik atau perundungan. Padahal, penyusupan ideologi ekstrem juga perlu diwaspadai.
“Anak-anak perlu kita kenalkan pada isu ini supaya mereka bisa menjadi Pelopor dan Pelapor. Pelopor artinya mencegah ia dan teman-temannya dari radikalisme. Pelapor, artinya mereka berani lapor kalau menemukan tanda-tanda yang mencurigakan,” katanya lagi.
Salah satu momen paling menggugah dalam diskusi adalah ketika Sugeng Riyadi berbagi pengalaman masa lalunya terlibat dalam jaringan Jamaah Islamiyah.
“Saya mulai terpapar radikalisme sejak masa Aliyah di Solo, lewat kelompok Darul Islam. Sempat ditawari apakah akan melanjutkan sekolah ke Timur Tengah atau ikut akademi militer di Afghanistan. Kemudian saya tolak dua-duanya karena ingin melanjutkan kuliah di Jawa Tengah, kalau enggak Semarang, Solo, atau Yogyakarta,” tuturnya.
Ia mengingatkan para siswa untuk tidak mudah percaya janji manis yang di bungkus dalih agama.
Sementara itu, Sih Wahyu Nurhastanti, Kepala Bidang PPUG Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Semarang, menekankan pentingnya peran keluarga dalam menjaga anak-anak dari paparan buruk, termasuk paham radikal.
“Komunikasi di rumah itu penting banget. Kalau anak enggak punya tempat curhat yang nyaman, mereka bisa nyari pelarian di luar. Itu berbahaya,” kata Sih.
Ia menyebut media sosial sebagai salah satu tempat paling rawan bagi remaja terpapar paham ekstrem.
“Anak-anak jadi gampang curhat di medsos, yang ini jadi berbahaya karena mudah terpengaruh dan terpapar hal negatif, termasuk mudah radikalisme,” tambahnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, masyarakat Kota Semarang bisa memanfaatkan layanan Puspaga, yang menyediakan konsultasi gratis dengan lima psikolog profesional.
“Puspaga ini bisa jadi tempat aman buat anak-anak dan orang tua untuk ngobrol dan cari solusi,” imbuhnya. (*)
Editor: Elly Amaliyah