SEMARANG, beritajateng.tv – UIN Walisongo Semarang melaksanakan rukyatul hilal atau pengamatan bulan untuk menentukan awal Ramadan 1446 H pada Jumat, 28 Februari 2025.
Bertempat di Planetarium dan Observatorium UIN Walisongo Semarang, tim menyiapkan lima teleskop canggih untuk memantau hilal. Namun, hingga detik-detik menjelang terbenamnya matahari, hilal tak terlihat di UIN Walisongo.
“Yang kelihatan hanya awan putih, tidak ada titik cahaya di situ, sehingga di antara teman-teman tidak ada yang melihat hilal,” kata Rektor UIN Walisongo Semarang, Prof Nizar.
Ia mengatakan, cuaca berpengaruh besar dalam pemantauan hilal. Apalagi Indonesia yang merupakan negara tropis.
BACA JUGA: Luthfi-Yasin Unggul, Pengamat Politik UIN Walisongo Singgung Dukungan Jokowi Hingga Suara Warga NU
Secara kasat mata, hilal akan susah terlihat meski pada cuaca cerah sekalipun. Oleh karenanya, hilal tak terlihat lantaran cuaca mendung melanda Kota Semarang hari ini.
“Secara alam bebas aja susah dilihat, apalagi ada penghalang-penghalang awan, mendung dan sebagainya. Tapi kalau melalui alat saya rasa bisa tapi alat tadi belum cukup untuk melihat itu,” paparnya.
Rektor UIN Walisongo: ketinggian matahari tak tak penuhi kriteria MABIMS
Lebih lanjut, ia menjelaskan, ketinggian hilal saat matahari terbenam di Semarang belum memenuhi imkanurrukyah. Tepatnya 3 derajat 28 menit 52 detik.
Menurut kriteria MABIMS (forum kerja sama Menteri Agama dari Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura), ketinggian tersebut belum memenuhi datangnya bulan Ramadan.
“Kalaupun ada yang mengatakan melihat bulan, hukumnya wajib ditolak, karena secara rasional secara faktual bulan tidak mungkin bisa dilihat,” kata Nizar.
Respon (1)