SEMARANG, beritajateng.tv – Guru Bahasa Inggris SMAN 15 Semarang, Sri Hartono (58), mengajukan permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Guru dan Dosen ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Ia menyoroti batas usia pensiun guru, yakni 60 tahun, yang masih tertinggal dari dosen. Sidang pemeriksaan pendahuluan perkara berlangsung pada Selasa, 24 Juni 2025 di ruang sidang panel MK.
Hartono pun mengikuti persidangan secara daring untuk menyampaikan permohonan. Ia menyebut aturan pensiun guru tidak sesuai prinsip meritokrasi dalam kebijakan ASN.
“Perbedaan usia pensiun guru dan dosen menyalahi prinsip meritokrasi,” ujarnya.
BACA JUGA: Tak Terima Usia Pensiun Guru dan Dosen Berbeda, Guru SMAN 15 Semarang Ajukan Gugatan ke MK
Menurut Hartono, aturan tersebut tak hanya menciptakan ketimpangan, tetapi juga berpotensi menimbulkan ketegangan sosial antara dua profesi itu. Ia mengaku terdampak langsung secara psikologis dan administratif akibat ketentuan usia pensiun tersebut.
Lebih lanjut, Hartono mengangkat isu kekurangan tenaga pengajar di Indonesia. Ia mengutip data dari Kementerian PANRB serta Kemendikbudristek yang menunjukkan kebutuhan mendesak akan guru berpengalaman.
Ia beranggapan, pensiun pada usia 60 tahun malah menghambat program peningkatan mutu pendidikan nasional.
Atas dasar itu, meminta MK menyatakan pasal dalam UU Guru dan Dosen bertentangan dengan UUD 1945. Menurutnya, pasal itu tak berkekuatan hukum mengikat selama tak dimaknai menyamakan usia pensiun guru dan dosen, yaitu 65 tahun.
Tanggapan hakim MK atas gugatan guru SMAN 15 Semarang terkait beda usia pensiun guru dan dosen
Hakim Konstitusi, Enny Nurbaningsih, menanggapi dengan memberi arahan agar Hartono memperbaiki permohonan. Ia menyebut banyak aspek belum sesuai format pengujian undang-undang.
“Banyak sekali yang perlu pembenahan, karena memang baru pertama kali [mengajukan permohonan]. Pak Hartono pun belum tuntas membaca PMK Nomor 2 Tahun 2021,” ungkapnya.
TONTON JUGA: Video Beda Usia Pensiun dengan Dosen, Pendidik SMAN 15 Semarang Gugat ke MK
Enny juga menyoroti ketidakkonsistenan dalam penyebutan pasal yang diuji. Ia menekankan pentingnya kejelasan dalam menyusun permohonan.
“Putusan-putusan MK yang telah mengabulkan permohonan bisa jadikan rujukan untuk menyusun permohonan yang baik,” imbuhnya.
Majelis Hakim MK memberikan waktu 14 hari kepada Hartono untuk memperbaiki dokumen. MK menetapkan batas akhir perbaikan pada Senin, 7 Juli 2025, pukul 12.00 WIB. (*)