SEMARANG, beritajateng.tv – Eks Walikota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu (Mbak Ita) dan suaminya, Alwin Basri menyampaikan pembelaan dalam sidang kasus dugaan korupsi di Pemkot Semarang. Tangis keduanya pecah saat menyampaikan pleidoi masing-masing.
Sidang dengan agenda pembelaan terdakwa berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Rabu, 6 Agustus 2025.
Dalam pembelaannya, Mbak Ita menekankan pleidoi itu bukan untuk menghindari tanggung jawab dari apa yang ia perbuat.
“Saya berasal dari keluarga yang sederhana. Ayah saya berprofesi sebagai pegawai BUMN dan Ibu saya pengusaha. Saya anak pertama dari lima bersaudara, saya dipenuhi dengan visi yang tinggi, dididik menjadi orang yang mandiri sampai sekarang. Artinya saya tidak tergantung dengan suami. Bahkan saya tidak pernah meminta uang dari suami,” kata dia.
Mbak Ita menitikan air mata saat menjelaskan latar belakang keluarganya itu. Beberapa kali ia tampak menyeka air matanya yang tumpah saat membacakan pleidoi.
Selama menjabat sebagai Wakil Walikota dan Walikota Semarang, ia selalu berjuang keras agar Kota Semarang tidak hanya menjadi kota administratif, tetapi juga destinasi wisata nasional hingga mendapatkan penghargaan Internasional.
“Saya ingin masyarakat Kota Semarang menjadi masyarakat yang sejajar dengan masyarakat kota lainnya,” terangnya.
BACA JUGA: Fakta Persidangan, Ini Alasan Mbak Ita Kembalikan Iuran Kebersamaan ke Bapenda
Singgung pencapaian selama menjabat walikota Semarang
Dalam pleidoinya, Mbak Ita juga mengulas sederet capaian yang ia raih selama menjabat walikota. Mulai dari penurunan kemiskinan ekstrem, penurunan angka stunting, hingga penanganan banjir dan rob yang ia klaim hanya menyisakan genangan 3 persen. Ia juga mengatakan telah meraih puluhan penghargaan nasional hingga internasional selama menjabat.
“Saya hanya ingin memberi gambaran bahwa saya juga melakukan hal-hal yang penting untuk bangsa dan negara serta masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Mbak Ita mengaku merasa dicitrakan sebagai pelaku kejahatan luar biasa tanpa mempertimbangkan pengabdian dan prestasi yang pernah ia berikan untuk Kota Semarang.
“Saya sudah dicap sebagai orang yang sangat luar biasa melakukan kejahatan, tanpa pernah ada kebaikan sedikitpun yang telah saya berikan kepada masyarakat. Digambarkan seolah-olah kemarau setahun sirna oleh hujan sehari,” tutur Mbak Ita sambil menahan tangis di hadapan Majelis Hakim, Gatot Sarwadi.
Mbak Ita menyebut kasus yang menjeratnya tidak bisa dilepaskan dari konstelasi politik menjelang Pilkada 2024. la mengaku elektabilitasnya saat itu tertinggi dan sempat diminta oleh partainya untuk maju kembali.
Meski sempat diperingatkan banyak pihak untuk mundur, ia mengaku tetap maju karena mendapat penugasan dari Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri. Namun setelah berstatus tersangka, ia memutuskan mundur dari pencalonan.
“Saat itu juga saya langsung menyampaikan agar kepada Ibu Megawati (Ketum PDIP) bahwa saya tidak jadi mencalonkan dan siap untuk tidak mendapatkan rekomendasi,” ungkapnya.