SEMARANG, beritajateng.tv – Rencana pemblokiran gim Roblox oleh Pemerintah RI menuai kritik akademisi.
Pakar Komunikasi dan Media Digital Universitas Katolik Soegijapranata (Unika), Paulus Angre Edvra, menilai pemerintah terlalu sering mengandalkan jalan pintas.
Adapun jalan pintas itu salah satunya yakni secara cepat memblokir sesuatu, alih-alih mencari jalan keluar lainnya yang lebih efektif. Hal itu ia ungkap saat beritajateng.tv jumpai langsung di Gedung Albertus Unika, Rabu, 20 Agustus 2025 sore.
“Saya sendiri melihat langkah pemerintah yang cukup senang ya dalam melakukan blokir. Sejak dulu dari situs porno, terus game, sekarang pembatasan media sosial juga. Kok kayaknya itu cara instan,” ujar Edvra.
Menurutnya, kegemaran pemerintah memakai pola blokir tersebut tidak otomatis menyelesaikan masalah. Ia menilai, kekhawatiran pemerintah yang menjadi dasar pemblokiran itu belum tentu dirasakan masyarakat luas.
BACA JUGA: Kritik Wacana Pemblokiran Roblox, Pakar Unika: Jangan Hilangkan Hak Anak untuk Main Game
Terlebih, kata Edvra, pemblokiran terhadap situs, aplikasi, maupun game, akan menimbulkan celah bagi pengguna untuk mengakses kembali hal tersebut.
Tak hanya itu, aplikasi maupun game serupa lainnya bisa saja masuk ke Indonesia pasca adanya pemblokiran itu.
“Ketika cara yang dilakukan instan, pasti banyak celah. Entah nanti ada game serupa yang akan muncul ke depannya dan populer. Jadinya kan tidak menyelesaikan masalah,” beber dia.
Tak cuma gim Roblox yang buat anak kecanduan
Edvra menekankan, penyelesaian harus ada sejak dini melalui pendidikan literasi media bagi anak-anak.
Pihaknya pun turut menanggapi pernyataan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) yang mendukung pemblokiran Roblox karena alasan kecanduan.
Pihaknya menilai pandangan itu terlalu sempit. Sebab, kecanduan tak hanya semata-mata berasal dari permainan saja.
“Roblox mungkin memang ada potensi kecanduan, tapi jauh sebelum ada internet, kita juga kecanduan kok. Orang tua saya misalnya kecanduan nonton hiburan, entah Srimulat atau komedi, dan selalu menantikan itu,” terang dia.
Dalam teori komunikasi, kata Edvra, setiap orang mengonsumsi media karena mempunyai kebutuhan. Begitu juga halnya dengan anak-anak.
“Anak itu butuh game untuk hiburan, mereka punya imajinasi besar sehingga butuh saluran yang bisa memanjakan imajinasinya,” sambungnya.