Jateng

Gaji di Jateng Terendah se-Indonesia, Aliansi Buruh Singgung Karyawan Terampil Lari ke Jabar dan Jatim

×

Gaji di Jateng Terendah se-Indonesia, Aliansi Buruh Singgung Karyawan Terampil Lari ke Jabar dan Jatim

Sebarkan artikel ini
buruh
Koordinator Aliansi Buruh Jawa Tengah (ABJaT) Aulia Hakim saat dijumpai di lantai 4 Kantor Gubernur Jawa Tengah, Kota Semarang, Rabu, 22 Oktober 2025 sore. (Made Dinda Yadnya Swari/beritajateng.tv)

SEMARANG, beritajateng.tv – Provinsi Jawa Tengah menjadi daerah yang menempati posisi Upah Minimum Provinsi (UMP) terendah di tahun 2025, yakni Rp2.036.947. Dalam kaca mata Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah, upah tersebut bukan kecil, melainkan kompetitif.

Pernyataan itu mendapat respons keras dari perwakilan Aliansi Buruh Jawa Tengah (ABJaT). Koordinator Jaringan ABJaT Jawa Tengah, Aulia Hakim, menyebut istilah “kompetitif” hanyalah cara pemerintah memperhalus kenyataan bahwa upah buruh di Jawa Tengah jauh tertinggal ketimbang provinsi lain.

“Kalau kompetitif itu artinya mampu bersaing. Faktanya, tenaga kerja yang punya skill akan pergi ke daerah dengan upah lebih tinggi. Jadi sebenarnya bukan kompetitif, tapi lebih rendah,” ujar Aulia saat beritajateng.tv jumpai di lantai 4 Kantor Gubernur Jawa Tengah, Kota Semarang, Rabu, 22 Oktober 2025 sore.

Ia menambahkan, kondisi itu sudah terlihat sejak beberapa tahun lalu. Pada 2022, Jawa Tengah disebut mengalami kekurangan tenaga kerja terampil karena migrasi ke daerah industri besar dengan UMP tinggi seperti Karawang, Purwakarta, Bekasi, dan Surabaya.

“Filosofi ada gula ada semut itu enggak berlaku di sini. Investasi ada, tapi tenaga kerja terampilnya lari ke luar. Artinya upah kita enggak bisa bersaing,” akunya.

BACA JUGA: Polisi Ungkap Dalang Kerusuhan Aksi Hari Buruh Kota Semarang: Konsolidasi di Kampus, Ada Grup WA

Aulia menyebut, pihaknya telah menyiapkan konsep terobosan kenaikan upah yang diserahkan ke Pemprov Jawa Tengah. Ia juga jadwalnya bertemu Gubernur Jawa Tengah pada 24–25 Oktober untuk membahas formula itu.

Aliansi buruh dorong Pemprov Jateng pangkas disparitas upah antardaerah

Tak hanya itu, aliansi buruh menyoroti ketimpangan upah antardaerah di Jawa Tengah yang semakin lebar. Perbandingan antara Banjarnegara dengan Kota Semarang menjadi contoh nyata, yakni selisih upah minimum kedua daerah tersebut mencapai Rp1,2 juta.

“Pada 2012 selisihnya hanya Rp200 ribu, sekarang selisihnya Rp1,2 juta. Ini kesenjangan yang semakin panjang,” tegas Aulia.

Menurutnya, disparitas upah tersebut harus menjadi pertimbangan serius Gubernur Jawa Tengah saat menetapkan UMP pada 21 November dan UMK pada 30 November 2025. Aulia juga menyoroti lambannya proses administrasi pengupahan di daerah, seperti belum turunnya Surat Keputusan Dewan Pengupahan di Kabupaten Jepara.

“Kalau SK di Jepara terlambat turun, kita tidak punya cukup waktu untuk melakukan kajian. Kami harap ada intervensi dari gubernur ke bupati,” ujarnya.

Selain soal disparitas, ia juga mendesak kenaikan UMP dan UMK minimal 10,5 persen. Aulia menyebut, angka tersebut sudah memperhitungkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

“Secara nasional 8,5 sampai 10,5 persen. Tapi karena Jawa Tengah basisnya rendah, kami minta minimal 10,5 persen. Supaya bisa mengejar ketertinggalan dari provinsi lain,” tegasnya.

BACA JUGA: BPS Sebut Jumlah Penduduk Miskin di Jawa Tengah Turun 307,9 Ribu: Kenaikan Upah Buruh Berpengaruh

Lebih jauh, Aulia juga menyinggung kekosongan regulasi pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXII/2023, yang mengamanatkan pembentukan Undang-Undang Ketenagakerjaan baru. Ia menyebut kondisi status quo ini membuka ruang ketidakpastian bagi buruh.

“Sekarang ada kekosongan regulasi. Pemerintah belum mengeluarkan aturan khusus pengupahan. Kami berinisiatif memberikan konsep ke gubernur supaya jadi pertimbangan dalam SK nanti,” jelas Aulia.

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik tombol berikut:
Gabung ke Saluran

Tinggalkan Balasan