Ageisme
Tindakan diskriminatif atau ageisme ini sudah menjadi fenomena umum di Indonesia. Bahkan, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) hingga perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sebut-sebut melanggengkan praktik diskriminasi ini.
Terakhir yang sempat viral pada Januari lalu adalah persyaratan rekrutmen Bank BTN untuk posisi General Banking Staff, Customer Service, Teller Service Staff, dan Sekretaris yang mematok usia maksimal 24 tahun. Satu bulan berselang, Kementerian Ketenagakerjaan sempat membagikan lowongan kerja lewat tagar #LokerNaker di X dengan pembatasan usia maksimal 25 tahun.
Di tahun 2024 ini, terjadi lonjakan PHK pada periode Januari-Mei 2024 daripada periode yang sama tahun 2023. Dalam periode Januari-Mei 2024, total tenaga kerja yang ter-PHK sebanyak 27.222 atau naik 48,49 persen dari tahun sebelumnya yang mencapai 18.333 (Data Kemnaker). Fenomena ini sudah bisa menggambarkan kegelisahan bagi siapa saja yang berusia 25 tahun keatas yang ter-PHK, akan susah mendapat pekerjaan kembali.
Ageisme = seksisme modern buat perempuan
Persyaratan batasan usia ini tentu sangat meresahkan bagi seluruh kalangan, terlebih lagi bagi perempuan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, jumlah perempuan yang bekerja di sektor informal sebanyak 64,25 persen. Sedangkan perempuan pekerja di sektor formal hanya 35,75 persen.
Ageisme ini lebih menyasar perempuan karena adanya stereotip bias gender tentang status sebagai istri dan ibu. Perempuan di mata pengusaha, seringkali dipandang sebagai sosok yang dekat keluarga sedangkan laki-laki tidak begitu. Stereotip ini pun membentuk pandangan bahwa perempuan di bawah 25 tahun belum serius dengan karier. Sedangkan usia 25 hingga 40 tahun berada di tengah-tengah masalah keluarga. Pandangan ini tentu menyabotase perempuan.
Apa yang bisa pemerintah lakukan?
Batasan usia ini dalam persyaratan kerja ini tentunya bukan masalah kecil. Realitanya, Pasal 35 ayat 1 UU Ketenagakerjaan memang sangat memberatkan bagi rakyatnya, terlebih lagi perempuan.
Pemerintah harusnya bisa mencontoh negara-negara tetangga di Asia Tenggara yang melek terhadap isu ini. Bahkan sejumlah negara tersebut sudah membuat peraturan UU yang melarang diskriminasi usia. Seperti di Thailand yang menjamin kesetaraan semua orang dan melarang diskriminasi terhadap siapapun berdasarkan asal kelahiran, ras, bahasa, jenis kelamin, usia, atau status lain sebagaimana diatur dengan jelas dalam Pasal 4, 52. Kemudian Singapura dengan Undang-Undang Anti-Diskriminasi di Tempat Kerja tahun 2024 dan Vietnam dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan (2021). Tak hanya itu, bahkan di Laos, Timor Leste dan Filipina juga sudah membuat aturan tersebut demi kesejahteraan rakyatnya. (*)