“Apa yang terjadi pada pasien penderita gangguan paru-paru yang mengalami infeksi, sementara paru-paru kita bekerja tanpa henti seumur hidup, maka kita pun harus merawatnya sedemikian juga agar jaringan parut yang terbentuk menjadi kuat dan memiliki fungsi yang sama dengan jaringan awal / jaringan asal sebelum terkena infeksi,” imbuh Kurniawan.
Entah mengapa secara medis hal ini jarang di pikirkan dan kurang mendapat perhatian secara fokus.
Di Indonesia banyak tenaga medis dan kaya akan sumber kekayaaan alam, telah di temukan dan dalam proses pengurusan hak paten tentang perawatan pasca sakit infeksi paru-paru.
“Haruskah penemuan ini hilang tanpa bekas, atau hanya menjadi literatur saja yang tidak berguna secara real, sementara kita mungkin bisa menyelamatkan nyawa banyak orang dan mengakhiri situasi pandemi ini dengan herd immun”, tuturnya.
Sambil menunggu proses paten yang tak kunjung selesai, AVVR-19 memberikan nilai lebih sebagai obat yang mampu :
Menutrisi paru-paru, Merawat jaringan parut pada proses penyembuhan.
Hal lain yang masih butuh penelitian AVVR mampu menutrisi dan membawa zat berkhasiat pada jaringan organ lainnnya, hal ini di ketahui setelah beberapa relawan pengguna AVVR yang menderita gangguan fungsi ginjal (cuci darah seminggu 2 kali) mampu bertahan melewati masa-masa pandemi bersama.
Menurutnya, pada masa depan teknik pengobatan AVVR adalah teknik yang masih bisa di kembangkan untuk sumbang sih medical dari Indonesia untuk dunia.
Sebuah mutiara dunia yang harus berjuang untuk legalitasnya, seluruh masyarakat berhak untuk peduli tentang ini.
“Tentang legalitas vaksin yang kita tahu juga di berikan untuk suatu produk yang belum memenuhi legalitas total. Mungkinkah AVVR sebagai karya anak bangsa Indonesia harus tersingkir, di dunia ini selamanya,” pungkasnya. (Her/El)