“BPBD setempat dan masyarakat harus memahami ancaman bahaya di sekitar lingkungan (rawan longsor). Termasuk memahami titik aman dalam rumah masing-masing, kita juga minta identifikasi titik kumpul, buat rute evakuasi, rencana pengungsian dan nomor kontak penting,” ujar Chomsul.
Langkah antisipatif BPBD Jateng
Sebagai langkah antisipatif, BPBD Jateng juga sudah melakukan sosialisasi tas siaga bencana (TSB). Adapun sosialisasi itu ialah imbauan kepada warga untuk menyiapkan tas darurat guna berjaga-jaga bila terjadi bencana atau kondisi darurat lain.
“Tujuan TSB untuk persiapan bertahan hidup saat bantuan belum datang, itu memudahkan kita evakuasi ke tempat yang lebih aman. TSB itu berisi kebutuhan dasar selama 3 hari, seperti surat-surat penting, obat-obatan, pakaian, makanan, minuman dan perlengkapan lain yang diperlukan,” terang Chomsul.
BPBD Jateng juga telah melakukan upaya pencegahan jangka panjang, yakni penguatan kapasitas masyarakat menghadapi rawan bencana hingga membentuk desa tangguh bencana (Destana).
Chomsul menuturkan, Destana memiliki kemampuan untuk mengenali ancaman di wilayahnya.
Destana juga mampu mengorganisir sumber daya masyarakat untuk mengurangi kerentanan sekaligus meningkatkan kapasitas demi mengurangi risiko bencana.
BACA JUGA: Bentuk 57 Relawan Peduli Api, DLHK Jateng Rutin Lakukan Patroli guna Antisipasi Cegah Karhutla
“Kami juga sudah membentuk satuan pendidikan aman bencana. Catatan kami sampai 2023 ada 1.300-an Destana,” kata Chomsul.
BPBD Jateng mengimbau masyarakat untuk senantiasa memantau prakiraan cuaca dari BMKG. Termasuk terus memantau informasi dari BPBD di kabupaten/kota masing-masing.
“Pemantauan dan informasi itu untuk antisipasi sedini mungkin. Dan nomor kontak penting untuk saling berbagi informasi antar masyarakat dan relawan atau BPBD setempat,” tandasnya.(*)
Editor: Farah Nazila