Pemerintah Kota (Pemkot) melalui DLH Kota Semarang yang kemudian membangun TPS3R dan menyediakan sarana dan prasarana.
“Kami menyediakan sarana-prasarananya seperti amrada, mesin pencacahnya, kemudian melakukan pelatihan. Nah, aktif atau tidaknya suatu TPS3R itu juga tergantung dari lembaga pengelola dalam hal ini KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat),” tuturnya.
KSM, menurutnya, berada dibawah pembinaan wilayah, dalam hal ini lurah dan camat. Salah satu KSM yang aktif adalah di wilayah Pedalangan, sehingga TPS3R Pedalangan jadi percontohan.
Selain itu, ada pula TPS3R Jabungan yang berhasil membudidayakan maggot dengan pakannya dari sisa dapur MBG (Makan Bergizi Gratis).
“Jadi yang penting adalah komitmen. Komitmen dari 10 lapisan masyarakat, termasuk pemerintah juga. Artinya, TP3SR itu bukan merugikan tapi justru bagus dan positif. Terus bagus karena tugasnya sebagai pemilahan dan pengolahan sampah,” papar dia.
Dari hasil memilah dan mengolah sampah, lanjut Arwita, jika berhasil maka KSM bisa menghasilkan uang dan bisa mandiri menghidupi warganya.
“Masyarakat bisa mengumpulkan sampah di TPS 3R, petugas akan mengkolek sampah kemudian memilahnya. KSM-nya memilah mana yang laku dijual, mana yang bisa diolah jadi maggot atau mungkin diolah jadi kompos. Jika TPS3R aktif, maka tidak akan ada masalah seperti bau tak sedap yang kerap jadi kendala,” papar Arwita. (*)
Editor: Elly Amaliyah