Scroll Untuk Baca Artikel
Catatan Editor

Dibandingkan Nonfiksi, Buku Fiksi Gak Seremeh-temeh Itu

×

Dibandingkan Nonfiksi, Buku Fiksi Gak Seremeh-temeh Itu

Sebarkan artikel ini
farah nazila
Farah Nazila. (Dokumen Pribadi)

TOTAL 275,5 juta jiwa di Indonesia (2022) dan menurut data dari UNESCO, hanya 0,001 persen masyarakat yang memiliki minat baca. Ini berarti, dari 1000 orang, hanya 1 orang yang aktif membaca di Tanah Air.

Hal ini cukup memprihatinkan. Namun tidak menutup fakta bahwa masih banyak masyarakat Indonesia di sekitar kita yang gemar membaca, khususnya buku bergenre fiksi.

Umumnya, buku fiksi sering dibanding-bandingkan dengan buku nonfiksi. Tak sedikit dari mereka yang khawatir apabila teman, pasangan maupun anaknya membaca buku fiksi karena dianggap remeh temeh dan terlalu khayal.

Dari sanalah mereka merekomendasikan buku nonfiksi yang ternilai ‘lebih serius’ seperti buku bahasa Inggris, buku cerdas matematika, ataupun buku bisnis.

Saat membaca, kita mengasah dan memperkuat otot kognitif. Itulah yang menjadi akar dari EQ (kecerdasan emosional) atau kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola dan mengontrol emosi mereka serta orang lain.

Jika membaca ini kita lakukan dengan sungguh-sungguh, maka bisa mengembangkan kualitas diri seperti disiplin, problem-solving yang kreatif, adaptasi yang baik dan lainnya.

BACA JUGA: Menyaksikan Ontran-ontran Program Sastra Masuk Kurikulum di Tepi Gelanggang Polemik

Pebisnis terkenal asal AS seperti Warren Buffet menghabiskan waktunya dengan membaca dan merekomendasikan orang untuk membaca setidaknya 500 halaman perhari.

Elon Musk, ia mengaku belajar membuat roket dari buku. Maka dari itu, ia selalu merekomendasikan nonfiksi kepada masyarakat.

Ya, dari sini sudah jelas bahwa buku nonfiksi sering dianggap sebagai pilihan terbaik bagi para pembaca. 

Namun, terdapat penelitian yang menyebut bahwa membaca fiksi lebih banyak menyediakan manfaat penting ketimbang nonfiksi.

Kecerdasan emosional yang tumbuh dari buku fiksi

Membaca buku fiksi bisa meningkatkan ketajaman sosial dalam memahami motivasi orang lain. Membaca nonfiksi mungkin bermanfaat untuk mengumpulkan pengetahuan, tetapi tidak banyak membantu mengembangkan kecerdasan emosional.

Psikolog kognitif asal Kanada, Keith Oatley, dalam artikelnya berjudul ‘The Cognitive Science of Fiction’ menyebut fiksi sebagai “simulator penerbangan akal manusia”.

Layaknya pilot yang belajar terbang tanpa benar-benar melayang di udara. Orang-orang yang membaca fiksi dapat meningkatkan kemampuan sosial mereka setiap kali mereka membaca novel.

Dalam penelitiannya, ia menemukan bahwa ketika kita mulai memahami karakter fiksi yang kita baca, kita akan memperkirakan tujuan dan keinginan karakter-karakter tersebut alih-alih milik kita sendiri. Saat karakter itu terancam bahaya, jantung kita ikut berdegup kencang. Kita bahkan bisa terkesiap.

Namun kita membaca itu semua dengan mengetahui secara sadar bahwa tak satu pun dari kejadian di dalamnya benar-benar terjadi di hidup kita.

Maka itu, beberapa mekanisme saraf yang otak kita pakai untuk membuat kisah yang kita baca terasa masuk akal. Serta memiliki kesamaan dengan mekanisme saraf yang digunakan dalam kehidupan nyata. Contohnya, ketika membaca kata ‘berjalan kaki’, area otak yang berhubungan dengan aktivitas fisik ‘berjalan kaki’ juga ikut teraktivasi.

Dalam hal ini, agar bisa mengikuti alur cerita, kita perlu tahu siapa mengetahui apa, bagaimana perasaan mereka terhadap hal tersebut dan apa yang masing-masing karakter pikirkan. Untuk bisa melakukannya, perlu suatu kemampuan “teori pikiran”. Ketika seseorang membaca apa yang dipikirkan suatu karakter, area di otak yang berhubungan dengan teori pikiran akan teraktivasi.

Dengan segala praktik berempati terhadap orang lain melalui bacaan, bukan hal yang mustahil untuk membuktikan bahwa mereka yang membaca kisah fiksi memiliki kemampuan sosial yang lebih baik ketimbang mereka yang membaca nonfiksi atau tidak suka membaca sama sekali.

Buku nonfiksi seringkali dikorelasikan dengan dunia profesional karena isinya yang tersusun berdasarkan kajian data informatif dan berhubungan dengan karier.

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik di sini.

Tinggalkan Balasan