BACA JUGA: Sidang Lanjutan Kasus PPDS Undip Bongkar Tradisi Iuran Tanpa Aturan Resmi, Nominal Puluhan Juta
Masing-masing residen junior di minta untuk menyetor dana sebesar Rp20 juta untuk menutupi biaya joki tersebut.
“Residen angkatan saya diminta mengerjakan tugas ilmiah yang ternyata berasal dari senior angkatan 76. Namun kami tidak tahu siapa yang sebenarnya memiliki tugas tersebut,” ungkap Khalika dalam sidang di hadapan majelis hakim yang Djohan Arifin pimpin.
Tak hanya soal joki, dr. Bayu Arif Wibowo, mantan bendahara residen angkatan 77, juga mengungkapkan hal lain. Yakni adanya kewajiban bagi para peserta PPDS untuk membayar “tabungan pendidikan” senilai Rp80 juta.
Uang ini tidak termasuk biaya resmi atas kampus, mereka gunakan untuk berbagai keperluan. Mulai dari biaya rumah tangga residen, kontrakan, konsumsi, hingga untuk membayar joki tugas ilmiah.
“Selain uang kas Rp20 juta per orang, masih ada dana lain yang di kumpulkan untuk kepentingan rumah tangga residen. Semua itu untuk membayar berbagai kebutuhan, termasuk joki,” terang Bayu.
Kasus ini sendiri melibatkan tiga terdakwa utama, yaitu Kaprodi Anestesiologi Fakultas Kedokteran Undip, dr. Taufik Eko Nugroho; staf administrasi Sri Maryani; dan residen senior Zara Yupita Azra. Mereka terdakwa melakukan pemerasan dan pungutan liar terhadap residen PPDS sejak tahun 2018 hingga 2023.
Kasus ini mengguncang dunia pendidikan kedokteran di Indonesia. Dengan mengungkap adanya praktek yang tidak sesuai dengan etika akademik dan profesi kedokteran.
Kini, proses hukum terus berjalan untuk mengungkap lebih dalam terkait dugaan pemerasan dan penyalahgunaan kekuasaan dalam lembaga pendidikan tinggi tersebut. (*)