“Seru bisa belajar banyak. Belajar intonasi yang benar, menata kata-kata, berpikir sebelum berbicara, memainkan situasi, memerhatikan psikologi penonton, sampai cara menghilangkan grogi, belajar semua,” sambung Erie.
Bagi Erie Tan, public speaking dan MC layaknya seni dan healing
Alih-alih menganggap MC sebagai mata pencaharian, Erie malah menganggapnya sebagai penyemangat diri. Ia menyebut, “nge-MC” bisa mengembalikan energi selepas seminggu bekerja.
“Dulu punya kerjaan reguler biasa, jadi saya melampiaskan kecapekan saya [dengan] healing nge-MC. Kalau udah pegang mik, hari Sabtu-Minggu itu refreshing,” ucapnya.
Memandu berbagai jenis acara telah ia jalani. Mulai dari konser, pernikahan, hingga gathering perusahaan pun pernah. Terkini, ia merasa tertantang ketika mendapat pengalaman baru menjadi MC acara partai politik.
Bukannya apa-apa. Eric mengatakan, menjadi MC di sebuah acara parpol tentu mesti memerhatikan banyak hal. Selain bersifat formal, acara partai juga mengharamkan kekeliruan.
“Karena satu kesalahan bisa memicu kesalahan yang fatal. Tapi menjadi MC acara-acara partai memang hal baru yang cukup menarik,” tuturnya.
Soal tarif, Erie tak mau berbicara banyak. Sebab, baginya MC adalah sebuah art atau seni. Sehingga, masing-masing MC memiliki karakter dan ciri khasnya tersendiri yang tak terhitung harganya.
Beruntung, Erie menyebut jika MC asal Kota Semarang memiliki nama yang baik jika dibanding MC lokal asal daerah lain. Sehingga, bisa ia bilang, bekerja sebagai MC cukup untuk menjadi pekerjaan utama.
“Ngomongin harga, kalau kita tidak menghargai seberapa value kita dan asal bikin rate, orang juga enggak akan menghargai kita. Jadi kalau mau serius menekuni MC harus menghargai talent diri sendiri dulu,” tandasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi