SEMARANG, beritajateng.tv – Penangkapan dua aktivis di Kota Semarang, Adetya Pramandira (Dera) dari WALHI Jateng dan Fathul Munif dari Aksi Kamisan Semarang, memicu gelombang kritik.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menegaskan tindakan aparat membuat kriminalisasi aktivis pasca aksi Agustus 2025 terus berlangsung.
“Penangkapan ini menunjukkan bahwa narasi reformasi Polri yang katanya dipercepat oleh Presiden hanyalah isapan jempol,” ujar Usman, beberapa waktu yang lalu.
BACA JUGA: Kriminalisasi Aktivis WALHI? Dua Staf Kena Tangkap Polisi Tanpa Prosedur, WALHI Jateng Protes Keras
Usman menyoroti langkah aparat yang menurutnya memicu rasa cemas kalangan pembela hak warga. Ia menilai praktik seperti itu melemahkan kepercayaan publik terhadap proses penegakan hukum.
“Penangkapan ini juga mengkonfirmasi kekhawatiran terkait potensi kesewenang-wenangan aparat penegak hukum, terutama dengan adanya pasal-pasal karet UU ITE serta KUHAP baru. Semua bisa kena tangkap tanpa prosedur yang jelas,” ungkapnya.
Selain itu, Usman mendorong negara melakukan evaluasi menyeluruh atas pola pengamanan aksi unjuk rasa. Ia menegaskan perlunya langkah tegas untuk mengusut penggunaan kekuatan berlebihan yang menimbulkan korban jiwa maupun luka.
Amnesty Internasional desak Kapolri, Kapolda Jateng, Kapolrestabes Semarang bebaskan dua aktivis, Dera dan Munif, serta hentikan kasus
Usman juga menyampaikan tuntutan kepada jajaran kepolisian agar mengakhiri proses hukum terhadap dua aktivis yang tertangkap pada Kamis, 27 November 2025.











