Jateng

Komdigi Kaji Regulasi “Sertifikasi” Influencer ala Cina, Pengamat: Jangan Sampai Jadi Alat Propaganda Pemerintah

×

Komdigi Kaji Regulasi “Sertifikasi” Influencer ala Cina, Pengamat: Jangan Sampai Jadi Alat Propaganda Pemerintah

Sebarkan artikel ini
lagu Korea viral 2024
Ilustrasi kreator konten. (Foto: Freepik)

SEMARANG, beritajateng.tv – Pemerintah Tiongkok resmi menerapkan aturan baru yang mewajibkan influencer memiliki sertifikasi sebelum membuat konten di bidang profesional, seperti kedokteran, hukum, keuangan, pendidikan, dan kesehatan.

Aturan ini bertujuan untuk menekan penyebaran informasi keliru. Di sisi lain, regulasi tersebut juga menimbulkan pertanyaan soal dampaknya terhadap kebebasan berpendapat dan akses masyarakat terhadap profesi influencer.

Pakar Komunikasi Digital Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang, Paulus Angre Edvra, menilai kebijakan tersebut bisa tepat untuk meminimalkan disinformasi, namun perlu mempertimbangkan kompetensi praktisi di lapangan.

Ia menyebut, sertifikasi bisa menjadi tolok ukur kompetensi, namun tidak harus berbasis ijazah sarjana.

BACA JUGA: Profil Siti Jamumall: Influencer Kena Cerai Suami Saat Live TikTok, Sedang Hamil Lima Bulan

“Kalau kita bicara harus sarjana, itu dilematis. Ada yang lebih memahami ketika jam terbang praktiknya tinggi ketimbang sekadar tingkat pendidikan,” ujar Paulus saat beritajateng.tv jumpai di kantornya, belum lama ini.

Menurutnya, kartu atau sertifikat keahlian bisa lebih relevan dalam mengukur kemampuan influencer, utamanya bagi mereka yang belum bisa mengakses pendidikan formal karena kendala ekonomi atau perkembangan ilmu yang belum merata.

“Kompetensinya itu entah ada pengujian, entah mendapatkan kartu sertifikat, seperti saya punya kartu praktik untuk menjadi influencer. Tapi kalau terkait pendidikan, saya kasihan sama orang-orang yang belum bisa menyentuh pendidikan karena masalah ekonomi,” ucap Paulus.

Jangan sampai sertifikasi bikin influencer jadi alat propaganda pemerintah

Lebih jauh, Paulus juga menekankan pentingnya menjaga independensi influencer, agar sertifikasi tidak justru menjadi alat untuk membungkam atau mengarahkan mereka oleh pemerintah.

“Ada track record di Indonesia bahwa media itu untuk propaganda menyelamatkan wajah pemerintah. Takutnya terjadi semacam itu ya; perlu lihat apakah benar menggunakan standar pendidikan atau bisa dengan cara lain. Dan yang kedua, apakah mereka tetap bisa independen,” tegas Paulus.

Tak hanya itu, kata Paulus, tanggung jawab hukum dan pemahaman aturan platform menjadi aspek penting yang perlu seorang influencer ketahui.

“Filter paling mudah untuk tahu influencer benar dalam menyampaikan sesuatu secara bebas dan bertanggung jawab adalah si influencer ini paham tidak dengan community guideline dari masing-masing medsos. Kalau tidak memahami hal itu, belum bisa dikatakan bertanggung jawab,” kata Paulus.

BACA JUGA: Sinopsis 1 Million Followers, Film Misteri Ungkap Sisi Gelap Hidup Influencer

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik tombol berikut:
Gabung ke Saluran

Tinggalkan Balasan