Sebagai Psikolog Sosial, Suharsono menilai seseorang yang memilih kos bebas pasti telah melalui pertimbangan-pertimbangan matang.
“Salah satu pertimbangan yang paling kuat ya, adanya waktu yang leluasa untuk melakukan beragam aktivitas. Mereka akan memilih norma-norma yang tidak ketat,” imbuhnya.
Soal kos bebas yang bercampur, ada laki-laki dan perempuan dalam satu indekos, bahkan pengertian bebas yang lebih luas seperti seks bebas. Ia menormalisasi hal tersebut.
“Mereka pasti punya pemikiran yang matang, prioritas mereka bukan hanya secara normatif dianggap negatif. Bahkan mereka bisa saja memiliki pengalaman yang variatif dan tentu saja saya yakin mereka bisa memandu perilakunya,” katanya.
BACA JUGA: Fenomena Kos Bebas di Semarang, Sulit Dicari Tetapi Banyak Peminat: Boleh Bawa Lawan Jenis, Tapi Ada Syaratnya
Kekhawatiran atau kecemasan bahwa anak-anak muda ini akan lari ke free sex, menurut Suharsono, hal itu konsekuensi dan tanggung jawab penuh mereka sendiri.
“Mereka pasti punya pertimbangan relatif matang dan komprehensif, memang ada kekhawatiran tapi yang terpenting mereka bertanggung jawab. Artinya kalau mereka bersama dengan lawan jenis, statusnya mungkin teman dekat atau pacar bahkan hidup bersama yang penting tanggung jawab. Kalau sudah punya kedekatan emosional, maka tanggung jawab itu nomor satu,” terangnya.
“Kita perlu memberikan ruang pada realitas-realitas baru, hanya saja koridor-koridor normatif seperti moral dalam hal ini bertanggung jawab dengan perilakunya, harus dilakukan,” sebutnya. (*)
Editor: Farah Nazila