“Dan Ita itu hanya satu, yang di situ. Tapi sesungguhnya korbannya lebih dari itu. Maka kami menghormati Ita karena memang penghormatan layak diberikan ke korban yang jatuh di tahun 98 tersebut,” imbuhnya.
Sementara itu, Sinci Gus Dur di Boen Hian Tong sejak tahun 2014 silam. Bukan tanpa alasan, Sinci tersebut sebagai bentuk penghormatan kepada sosoknya yang berjasa besar kepada Etnis Tionghoa di Indonesia.
Ulin menuturkan, Gus Dur adalah tokoh yang terkenal dengan sifat plural dan sangat peduli akan minoritas.
“Gus Dur yang jadi awal agama Kong Hu Cu bisa kembali jadi agama yang berkembang dan dikembalikan hak sipilnya,” tutur Ulin.
Tidak hanya sebatas peletakkan Sinci pada altar persembahyangan saja, Ulin bercerita bahwa setiap satu tahun sekali, tepatnya tanggal 21 Mei selalu ada sembahyang bersama untuk korban kejahatan tahun 1998.
Bagi Ulin, siapa pun dapat melakukan penghormatan di hadapan Sinci Gus Dur dan juga Ita, tanpa memandang suku, ras, dan agama seseorang (*)
Editor: Andi Naga Wulan.