SEMARANG, beritajateng.tv – Tim penasihat hukum Eks Walikota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu (Mbak Ita) tetap meminta kliennya di bebaskan dalam perkara korupsi di lingkungan Pemkot Semarang. Hal itu tertuang dalam duplik atau tanggapan atas replik jaksa penuntut umum (JPU) dari KPK.
Pengacara Erna menilai jaksa gagal membuktikan bahwa Mbak Ita memerintahkan atau menginstruksikan perbuatan melanggar hukum seperti yang jaksa sampaikan.
“Sepanjang persidangan untuk terdakwa I (Mbak Ita), tidak pernah di tampilkan bukti sadapan, bukti chat elektronik. Maupun bukti yang menunjukkan terdakwa I memerintahkan seseorang untuk berbuat atau tidak berbuat melawan hukum,” kata Erna di Tipikor Semarang, Jumat, 15 Agustus 2025.
“Begitupun pengakuan seluruh saksi yang di hadirkan. Keseluruhannya menerangkan tida pernah menerima arahan khusus atau arahan tertentu oleh terdakwa I,” lanjut Erna.
la menyoroti JPU yang membandingkan kasus Ita dengan kasus OTT eks Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali, yang ternilai tak relevan. Dalam perkara Ita, kata Erna, Kepala Bapenda justru melenggang bebas tanpa ikut bertanggung jawab.
“Menjadi kerancuan, apa yang hendak disamakan oleh penuntut umum? Karena dalam perkara tersebut perbuatan memotong insentif pajak diinisiasi terpidana dan dilakukan langsung sebelum diterima, dan Kepala BPPD Sidoarjo ikut mempertanggungjawabkan perbuatan yang dimaksud,” ujarnya.
BACA JUGA: Jaksa Penuntut Umum KPK Tolak Pledoi Mbak Ita dan Alwin Basri, Begini Alasannya
Kuasa hukum juga membantah tuduhan adanya kerja sama atau representasi antara Ita dan Alwin dalam dugaan suap pengadaan meja-kursi SD maupun proyek di 16 kecamatan.
Menurut mereka, saksi-saksi kunci bahkan mengaku tak pernah bertemu atau menyerahkan uang kepada Ita.
“Ahli menyatakan, hukum pidana tidak mengenal istilah representasi. Sebab dikenal adalah turut serta dengan adanya kewajiban pembuktian dua kesengajaan. Dalam pertanggungjawaban pidana juga tidak dikenal representasi akibat adanya hubungan perkawinan antara suami istri,” ungkapnya.
Terkait tuduhan penerimaan Rp 1,2 miliar dari Kepala Bapenda Kota Semarang, Indriyasari alias lin, tim pengacara menyebut seluruh uang telah di kembalikan sebelum KPK memulai penyidikan.
Mereka juga menekankan iuran kebersamaan pegawai bersifat sukarela dan bukan bagian dari kas umum daerah. Ia membantah Ita pernah meminta iuran kebersamaan sebanyak Rp 300 juta kepada lin lewat tulisan di kertas. Uang itu di sebut sebagai tambahan operasional dari Bapenda.
“Saksi Indriyasari memberikan tambahan operasional wali kota pada terdakwa dan telah di kembalikan kepada saksi Indriyasari sebelum penyidikan oleh KPK RI,” tuturnya.
BACA JUGA: KPK dan DPRD Jateng Sepakat Tingkatkan Koordinasi Pencegahan Korupsi
Erna juga mengatakan, Ita tak pernah meminta pegawai Bapenda untuk membakar buku ataupun mengganti ponsel. Arahan itu di sebut justru berasal dari perkataan Indriyasari.