“Pak Haryo (Dirut PGN,red) akan membantu 100 converter kit untuk Kota Semarang. Rencananya akan kita manfaatkan untuk truk pengangkut sampah. Nanti secara bertahap mungkin ada edaran untuk teman-teman ASN untuk menerapkan hal yang sama pada mobil dinas maupun mobil layanan Pemkot Semarang,” pungkasnya.
Kepala Badan Layanan Umum (BLU) Trans Semarang, Hendrix Setiawan menjelaskan dengan adanya penambahan SPBG Penggaron dan Mangkang, armada Trans Semarang kedepannya akan menggunakan BBG, setelah beberapa tahun berhenti karena minimnya suplai.
“Secara operasional lebih murah memakai gas, adanya suplai dari dua SPBG ini tentu kedepannya armada kami akan menggunakan BBG. Sebelumnya kendala kita hanya pada suplai saja, jelasnya.
Hendrix menjelaskan, meskipun sudah menggunakan BBG. Armada Trans Semarang tetap menggunakan solar dengan perbandingan 70 persen solar, sementara 30 persennya menggunakan BBG. “Titik amannya diangka 60 persen solar dan 40 persen BBG, kalau armada konsorsium atau pihak ketiga, pemasangan konverter menjadi tanggungjwab mereka,” tuturnya.
Dirjen Migas, Tutuka Ariadji mengatakan jika gas merupakan energi transisi layak digunakan untuk menuju energi bersih karena memang ketersediaan mencukupi. Selain itu juga mendorong perlunya diversifikasi ke bahan bakar ramah lingkungan dan nilai keekonomian yang terjangkau.
“Saat ini SPBG Kaligawe, SPBG Mangkang dan SPBG Penggaron siap untuk dioperasikan,” imbuhnya.
Tutuka menyebut, untuk SPBG Kaligawe berkapasitas 1 MMSCFD atau 30.000 lsp per hari dengan harga jual Rp 4.500 per lsp. SPBG ini, lanjutnya, sudah dapat berfungsi sebagai mother station.
Sementara SPBG Penggaron dan SPBG Mangkang masing-masing memiliki kapasitas 0,5 MMSCFD atau 20.000 lsp. SPBG Mangkang telah selesai di modifikasi dari OnlineStation menjadi Daughter Station. (Ak/El)