SEMARANG, 6/1 (beritajateng.tv) – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) merilis realisasi pendapatan APBD provinsi se Indonesia tahun 2021. Dari data tersebut, persentase realisasi pendapatan APBD Jawa Tengah berada dibawah rata-rata nasional. Dari target yang ditetapkan, realisasi pendapatan Jawa Tengah hanya tercapai 96,91 persen. Sedangkan rata-rata realisasi pendapatan provinsi di Indonesia berada di angka 97,91 persen.
Provinsi Jawa Timur berada di posisi pertama dengan realisasi melebihi target yaitu 103,97 persen, disusul Gorontalo 102,28%, Jawa Barat 102,07%, DKI Jakarta 101,07%, dan DIY 99,95%. Sementara Jawa Tengah bahkan terlempar dari posisi 15 besar. Jawa Tengah berada di posisi 16 dengan realisasi pendapatan APBD 96,91%. Dari seluruh provinsi yang ada di Jawa, realisasi pendapatan Jawa Tengah nomor dua terburuk. Jawa Tengah hanya sedikit lebih baik dari Provinsi Banten yang mencatatkan realisasi 96,05%.
Wakil Ketua Komisi C DPRD Jawa Tengah Sriyanto Saputro mengatakan hal tersebut membutuhkan introspeksi bersama. Dia memahami kondisi pandemi Covid-19 membuat perekonomian lesu dan mempengaruhi jumlah masyarakat yang membayar pajak. Namun faktanya, sejumlah provinsi lain capaiannya diatas 100 persen.
“Jika alasan pandemi Covid-19, nyatanya provinsi lain capaiannya diatas 100 persen. Kami tidak serta merta menyalahkan eksekutif, tapi setidaknya perlu studi banding ke Jawa Barat, Jawa Timur, atau DKI Jakarta yang capaiannya diatas 100 persen,” ujar Sriyanto, Kamis (6/1/2022).
Politisi Partai Gerindra ini menambahkan, dari dulu Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jawa Tengah paling banyak berasal dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). DPRD Jawa Tengah, lanjutnya, selalu menyampaikan agar Pemprov menggali seberapa besar potensi riil pajak di provinsi ini. Dia juga menyoroti piutang pajak di Jawa Tengah yang jumlahnya sangat besar, mencapai angka Rp 2 triliun.
“Dewan selalu sampaikan potensi yang sebenarnya berapa? Piutang pajak juga besar mencapai Rp 2 triliun. Itu belum diketahui apakah kendaraannya masih bisa dipakai atau tidak. Maka tahun ini perlu adanya validasi data,” papar mantan jurnalis tersebut.