Data menunjukkan dari target Rp 5,1 triliun yang ditetapkan, realisasi PKB Jateng di 2021 hanya tercapai Rp 4,7 triliun atau 92,23%. Sedangkan untuk Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), pada tahun 2021 Jawa Tengah mematok target Rp 3,1 triliun dan hanya tercapai Rp 2,7 triliun atau 88,12%.
Sriyanto juga menegaskan, perlu adanya inovasi dan terobosan untuk menggenjot pendapatan pajak. Dia mengkritik program Sakpole dan New Sakpole yang digaungkan Badan Pengelola Pendapatan Daerah (Bapenda) Jawa Tengah yang kontribusinya hanya 1 persen dari total pembayaran pajak. “Sakpole dan New Sakpole hanya ramai di baliho dan medsos, ini yang perlu dievaluasi,” tandasnya.
Selain itu, lanjut dia, dari sisi sumber daya manusia (SDM), Bapenda Jawa Tengah sudah terlalu lama dipimpin Pelaksanaa tugas (Plt). Hal tersebut membuat kinerja tak maksimal. “Bu Peni (Plt Kepala Bapenda Jawa Tengah Peni Rahayu) juga merangkap Asisten 2 sehingga tugasnya terlalu banyak. Kami berharap dengan adanya Sekda yang sudah definitif, posisi Kepala Bapenda juga diisi pejabat definitif,” katanya.
Menanggapi hal tersebut, Plt Kepala Bapenda Jawa Tengah Peni Rahayu menyampaikan semestinya data yang dirilis Kemendagri tidak hanya persentase, tapi juga nominal pendapatan APBD. Menurut dia, total pendapatan APBD Jawa Tengah per 31 Desember 2021 mencapai Rp 26.607.343.678.183 atau 99,29 persen dari target Rp 26.798.308.421.000. Sedangkan realisasi PAD Jawa Tengah mencapai 97,68 persen.
“Saya belum baca secara utuh, mungkin itu data sementara. Kami inginnya tidak hanya persentase, tapi juga nominal,” katanya.
Dia menambahkan, pendapatan yang berasal dari deviden Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) terlambat masuk karena Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) digelar di akhir tahun anggaran 2021. Pemprov Jawa Tengah, lanjut Peni, juga tidak diizinkan melakukan revisi target pendapatan oleh DPRD Jawa Tengah. Jika revisi diizinkan, dia optimistis realisasi pendapatan bisa memenuhi 100 persen.