Setelah mendapat dan menemukan sistem manajemen yang cocok, akhirnya ia merekrut karyawan sebagai penjual Oriteh. Saat ini kedai es teh tersebut telah memiliki dua cabang di daerah Tembalang.
BACA JUGA: Guide Ungkap Fisik Juliana Pendaki Brazil Sebelum Meninggal di Gunung Rinjani
Bisnis bukan hanya soal untung-rugi, tapi juga bangun komunitas
Salah satu hal unik dari cara berbisnisnya yaitu suasana kerja. Pria berusia 23 tahun itu melibatkan teman-teman dekat sebagai karyawan. Baginya, membangun bisnis bukan hanya soal untung-rugi, tapi juga membangun komunitas.
“Saya ingin karyawan merasa memiliki. Kalau haus ya minum saja, kalau ada ide ya langsung diskusi,” jelasnya.
Dari hal itu juga yang akhirnya membuat Hendis menerapkan sistem serupa di Gearpin. Dalam pembukaan awal ini ia ingin melakukan semua manajemen sendiri sebelum merekrut karyawan.
Tak berhenti di peralatan outdoor, ia sudah menyiapkan langkah berikutnya. Ia berencana mengembangkan Gearpin ke sektor penyewaan perlengkapan olahraga hingga sistem rental before buy bekerja sama dengan brand ternama.
“Nantinya enggak cuma alat outdoor aja, mungkin perlengkapan olahraga. Tapi itu butuh belajar sistemnya lagi,” terangnya.
Pria kelahiran Nias, Februari 2002, itu, juga memiliki visi membentuk komunitas pendaki hingga jasa open trip Gearpin. Tujuannya, menghubungkan orang-orang yang hobi naik gunung tetapi belum punya teman pendakian.
“Banyak yang mau naik gunung tapi bingung cari partner. Dengan komunitas ini, orang bisa saling ketemu, kenalan, dan berangkat bareng,” ungkapnya.
Bagi Hendis, menjalankan bisnis bukan hanya soal mencari keuntungan. Ia percaya pada kekuatan ide, keberanian untuk memulai, dan fleksibilitas untuk menyesuaikan diri.
“Bisnis itu seperti seni, harus bebas tapi tetap terarah. Saya lebih suka membangun sesuatu dari ide sendiri, lalu belajar dan berkembang dari pengalaman,” pungkasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi