Ia menegaskan bahwa teknologi kecerdasan buatan hanya berfungsi sebagai pendukung, bukan pengganti peran wartawan.
“Kontrol manusia harus ada dari awal hingga akhir proses produksi berita. Transparansi, akurasi, dan verifikasi tetap menjadi fondasi utama,” katanya.
Rustam turut menyinggung maraknya hoaks yang beredar di media sosial. Dia mencontohkan kasus video palsu yang mengklaim ada tentara Tiongkok masuk ke Indonesia.
“Informasi menyesatkan semacam ini bisa menimbulkan keresahan jika tidak ada verifikasi. Di sinilah wartawan menjawab tantangan, apakah mampu menjaga kebenaran dan kepercayaan publik,” tambahnya.
Menutup paparannya, Rustam menegaskan bahwa meski AI dapat mempercepat kerja dan media sosial mampu memperluas jangkauan informasi, profesi wartawan tetap memiliki peran vital dalam demokrasi.
“Integritas, etika, dan kompetensi adalah pilar utama yang tidak bisa tergantikan oleh teknologi. Wartawan tetaplah penopang demokrasi yang sejati,” pungkasnya. (*)
Editor: Elly Amaliyah