“Selama proses regulasi dan penetapan SK definitif masih berjalan, Perhutani tetap memiliki hak menjaga dan mengelola hutan negara. Tapi kami minta kedua belah pihak saling menahan diri untuk menghindari konflik di lapangan,” ujar Wahyudi, Kepala BPS Yogyakarta, Kamis, 6 November 2025 malam.
Ia menambahkan, regulasi lanjutan saat ini tengah Kementerian Kehutanan godok yaitu Rencana Pengelolaan KHDPK agar ke depan ada kejelasan batas wilayah hak kelola antara Perhutani dan kelompok masyarakat.
Pertemuan malam itu menghasilkan kesepahaman awal bahwa semua pihak perlu menunggu SK definitif (HKm) sebagai dasar hukum pengelolaan yang lebih pasti.
Sementara itu, Wakil Kepala Divisi Regional Jawa Tengah Perhutani, Anton Fajar, menyebut akan menyampaikan persoalan ini kepada Direksi. Tujannya, agar ada win win solution di lapangan.
Perhutani KPH Blora kelola lahan tebu
Terkait lahan tebu yang Perhutani KPH Blora kelola, ia tidak menyalahkan Administratur (Adm). Sebab, Administratur hanya menjalankan tugas yang telah masuk di dalam program kerja.
“Ya, nanti akan kami sampaikan ke Direksi, harapannya agar ada win solution, entah berupa PKS ataupun lainnya”, Ujarnya.
Anton juga mendorong agar KLHK segera menetapkan batas wilayah pengelolaan hutan antara Perhutani dan KTH agar ada kejelasan.
BACA JUGA: Masuki Musim Kemarau, Perhutani Blora Gandeng BPBD Gelar Simulasi Pencegahan Karhutla
“Jadi biar ada kejelasan hak pengelolaan. Mana yang menjadi hak kelola Perhutani dan mana yang menjadi hak kelola masyarakat, sehingga tidak lagi terjadi konflik,” jelasnya.
Dengan begitu, harapannya tak ada lagi gesekan antara petugas Perhutani dan masyarakat KTH di lapangan.
Pemerintah menargetkan regulasi baru tersebut dapat segera pengesahan agar memberikan kepastian hukum. Selain itu juga memastikan pengelolaan hutan berjalan adil, lestari, dan berpihak pada masyarakat tanpa mengabaikan fungsi konservasi. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi













