SEMARANG, beritajateng.tv – Perwakilan buruh yang tergabung dalam Dewan Pengupahan merespons Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah yang kurang menyambut dengan baik permintaan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 10,5 persen.
Anggota Dewan Pengupahan dari Federasi Serikat Pekerja Industri Pertanian (FSPIP), Karmanto, menyatakan ia dan buruh yang tergabung dalam aliansi lainnya tetap mendesak sekaligus memperjuangkan kenaikan UMP Jawa Tengah sebesar 10,5 persen pada tahun 2026 nanti.
Karmanto pun turut menyinggung permintaan Apindo yang ingin meniadakan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) maupun Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK). Menurutnya, menghapuskan UMSP dan UMSK tak bisa terkabul, lantaran kedua komponen itu sudah termuat dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
“Apindo itu pasti akan menyampaikan upah jangan tinggi-tinggi dan UMSK kalau bisa dihapus. Tentu kami tetap akan memperjuangkan hal itu, karena UMP atau UMSK itu sudah ditetapkan dan jangan ada penghilangan. Apalagi amanah putusan MK 168 jelas, itu [UMSP dan UMSK] wajib. Kalau tidak ada penetapannya, tentu ada pemberian sanksi untuk Gubernur,” ujar Karmanto, Rabu, 5 November 2025.
BACA JUGA: Tarif Trump Tantangan juga Peluang, Menekraf: Buka Pasar Baru Ekraf Indonesia di Timur Tengah-Afrika
Menurut Karmanto, anggota Apindo tak semuanya pengusaha, melainkan HRD atau personalia.
“Nah, mengenai pengusaha yang berdalih kalau upahnya ada UMSP atau UMSK itu keberatan, kan itu tidak semua kelompok pengusaha. Yang di Apindo itu riilnya bukan pengusaha ya, itu kumpulan dari HRD atau personalia,” pungkasnya.
Minta UMP Jateng 2026 setara dengan nilai kebutuhan hidup layak atau sekitar Rp3 juta
Sementara itu, anggota Dewan Pengupahan dari DPD Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, dan Pertambangan (FSPKEP), Sodikin, menilai alasan klasik Apindo soal investasi sudah terlalu sering digunakan untuk menekan nilai upah di Jawa Tengah.
“Dalam satu Dewan Pengupahan itu ada unsur Apindo dan unsur pekerja. Nah, dari unsur Apindo kebiasaannya secara turun-temurun mereka selalu menggunakan alasan investasi, dan menyebut bahwa upah di Jawa Tengah itu sudah cukup rendah,” ujar Sodikin.
Sodikin mengklaim, pernyataan Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menunjukkan bahwa upah di Jawa Tengah baru mencapai 72 persen dari Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Kondisi itu, menurutnya, sudah tidak layak bagi pekerja di provinsi ini.
“Artinya, upah saat ini sudah tidak layak di Jawa Tengah. Kami tetap meminta dari unsur pekerja agar UMP Jawa Tengah 100 persen dari KHL,” tegasnya.













