“Terus di BRI Link juga sama, BRI Link kalau yang normal Rp5 juta untuk untuk membuka usahanya. Tapi kemarin kalau enggak salah cuma Rp100 ribu atau berapa ya, itu sudah bisa. Artinya membuka rekening saja ke BRI atau ke Bank Jateng, mereka nanti bisa membuka usaha Laku Pandai, minimalnya seperti itu,” papar dia.
Selain usaha Laku Pandai, Desy juga menyarankan KDMP atau KKMP bisa menjadi drop point pengiriman barang, bekerja sama dengan PT Pos Indonesia.
“KDMP cukup menyediakan satu sudut ruang untuk menitipkan barang ya. Nanti diambil oleh PT Pos, nanti kan KDMP itu mendapat berapa persen gitu dari PT Pos. Itu juga murah, modal awalnya cuma Rp300 ribu,” kata Desy.
Kopdes Merah Putih yang beroperasi andalkan simpanan pokok
Lebih jauh, Desy menuturkan KDMP dan KKMP yang sudah beroperasi umumnya mengandalkan simpanan pokok dan simpanan wajib anggota. Selain itu, kata dia, modal bisa datang dari warga desa yang menitipkan uang lebih sebagai investasi agar koperasi bisa berjalan.
“Kalau yang beroperasi ya itu tadi, kan biasanya mereka mengumpulkan dari simpanan pokok dan simpanan wajib. Juga bisa dari anggota, dalam hal ini warga desa yang misalkan mempunyai uang lebih. Itu kan bisa dititipkan sebagai modal luar ya. Kayak investasi agar KDMP itu bisa jalan,” terang Desy.
Ia mencontohkan, ada kepala desa (kades) di Magelang yang rela menyuntikkan dana pribadinya sebesar Rp10 juta agar KDMP di wilayahnya dapat beroperasi.
“Contoh kemarin itu di Kabupaten Magelang, Pak Kadesnya karena ada uang lebih dia nitipkan Rp10 juta untuk operasional KDMP, biar bisa jalan. Artinya ya memang ini butuh kepedulian semua pihak ya,” ujarnya.
Desy menambahkan, keterlibatan kades maupun warga yang memiliki dana lebih menjadi faktor penting agar KDMP dan KKMP tetap bergerak.
“Artinya, tidak hanya dari anggota tetapi juga dari orang-orang yang ada di wilayah desa tersebut. Seperti Pak Kades misalnya ataupun anggota yang memang punya uang lebih untuk diinvestasikan di KDMP , supaya KDPM-nya bisa jalan,” lanjutnya.
BACA JUGA: Pandemi Berlalu, UKM Batik di Kabupaten Semarang Belum Kunjung Bangkit: Masih Lesu dan Sepi
Ia mengakui, pinjaman ke bank menjadi opsi yang sulit bagi koperasi desa yang masih merintis. Karena harus memenuhi sejumlah persyaratan, mulai dari agunan hingga bunga pinjaman.
“Karena kalau misalkan pinjam di perbankan, berarti kan mereka juga harus punya hitungan lah ya. Dalam arti nanti bisa enggak mengembalikan, karena kan kalau pinjam di bank mesti ada agunan, ada bunga pinjamannya,” jelas Desy.
Oleh sebab itu, Dinas Koperasi UKM mendorong agar KDMP maupun KKMP lebih dulu mengandalkan kekuatan internal sebelum mencari modal keluar.
“Dianjurkan supaya menggerakkan ekonomi dari kekuatan internal itu dulu. Kalau di koperasi ya simpanan pokok dan simpanan wajib itu, kan,” pungkasnya. (*)
Editor: Farah Nazila