Sub Koordinator Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, Siti Aliyatun mengatakan, antisipasi stunting dapat dilakukan pada 1.000 hari pertama ibu hamil hingga anak berusia 2 tahun. Periode tersebut merupakan masa emas anak berkembang secara optimal.
Dia menjelaskan kondisi stunting adalah gejala gizi kronis yang berdampak buruk selama bayi masih dalam kandungan hingga bayi lahir. Jika tidak ada penanganan serius, kondisi itu terus terjadi hingga dewasa.
“Banyak faktor penyebabnya seperti faktor ibu, asupan makanan, dan kebiasaan lingkungan. Jika ada kasus stunting, kondisinya tidak bisa dicegah. Yang jelas, asupan gizi anak harus diperbaiki agar tumbuh kembangnya semakin baik,” kata Siti dalam acara yang dimoderatori Nurkholis tersebut.
Siti mengatakan, stunting terjadi akibat praktik pengasuhan yang tak baik, serta kurang pengetahuan kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan. Fakta di lapangan menunjukkan, sekitar 60 persen anak usia 0-6 bulan tak mendapatkan ASI ekslusif, serta 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tak menerima makanan pengganti ASI.
“Penyebab lainnya adalah kurangnya akses ke makanan bergizi. Saat ini satu dari tiga ibu hamil mengalami anemia,” ujarnya.
Dinas Kesehatan sendiri melakukan berbagai upaya pencegahan stunting. Sasaran proritas pencegahan diarahkan pada remaja putri, ibu hamil, dan balita. Caranya dengan perbaikan gizi ibu hamil dan balita, pemberian tablet tambah darah pada remaja putri, hingga menyarankan ASI ekslusif untuk bayi. (adv)
editor: ricky fitriyanto