SEMARANG, beritajateng.tv – Reaksi masyarakat yang marah dan khawatir pasca DPR RI mengesahkan UU TNI pada Kamis, 20 Maret 2025 pengamat nilai wajar.
Pengamat politik asal Universitas Diponegoro, Nur Hidayat Sardini (NHS), menegaskan ingatan dan trauma rakyat Indonesia terhadap kejadian 1998 belum hilang meskipun telah 27 tahun berlalu.
Kepala Departemen Ilmu Pemerintahan itu turut bercerita bagaimana kebebasan akademik di universitas direnggut oleh rezim sebelum reformasi. Pada saat itu, kata NHS, Dwifungsi ABRI di bawah kepemimpinan Presiden ke-2 Soeharto begitu mencekam.
“Ingatan kolektif masyarakat belum hilang terhadap sepak terjang ABRI pada waktu itu yang memang sangat ekstensif. Apalagi generasi seperti saya itu merasakan langsung, karena kebebasan di kampus pun juga sangat terasa,” ucap NHS, Kamis, 20 Maret 2025 malam.
BACA JUGA: Ratusan Mahasiswa Semarang Marah Imbas DPR RI Sahkan UU TNI, Khawatir Abuse of Power Militer
Pada saat itu, tutur NHS, ideologi Demokrasi Pancasila yang Indonesia anut begitu tak berarti. Datangnya reformasi pun sebagai angin segar atas masa yang mencekam itu.
“Nah, reformasi merevisi atas itu semua, karena salah satu visi reformasi adalah penghapusan Dwifungsi ABRI dan itu menjadi menjadi konsensus nasional, hasil dari reformasi perjuangan mahasiswa dan kaum intelektual yang rakyat dukung,” ucap NHS.
Ia menegaskan, amanat reformasi utamanya ialah mengoreksi keterlibatan ABRI dalam seluruh lini kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan.
“Lalu ada kompensasi ABRI sekedar sebagai alat pertahanan. Dan itu amanat dari reformasi. Kenapa orang takut dan khawatir ya pantas, karena trauma sejarah itu belum hilang dari ingatan kolektif. Masih sangat terasa karena hampir seluruh lapisannya pun juga masih hidup,” ucap NHS.
DPR RI tergesa-gesa rumuskan serta sahkan UU TNI
Lebih lanjut, NHS mengungkap DPR RI yang menurutnya tergesa-gesa merumuskan dan mengesahkan UU TNI turut memantik amarah masyarakat.
Respon (2)