“Setelah pandemi kami benar-benar jatuh, untuk masuk online juga nggak semua pedagang bisa, bersaing harganya nggak kuat,” katanya.
Amanda dan Putri sendiri mengaku sempat terpikir untuk beradaptasi dengan kehadiran e-commerce. Namun, lagi-lagi persaingan harga yang membuat mereka mundur.
Amanda menyebut alasannya yang mengambil keuntungan sekitar Rp10 ribu jelas tidak bisa bersaing dengan harga di online. Apalagi, Amanda memiliki tiga karyawan yang harus digaji tiap bulannya.
“Kami yang mati, karena mereka lebih murah, intinya kenapa menolak itu karena harga mereka jauh lebih murah. Harusnya mereka bisa tetap jalan tapi kasih harga agak mahal supaya tidak mematikan harga di sini,” tekannya.
“Harapannya ditutup semua aja, memang katanya mematikan rezeki orang. Tapi apakah mereka nggak berpikir kalau mereka juga udah mematikan rejeki pedagang pasar dengan harga yang terlalu murah itu?” tandas Amanda. (*)
Editor: Mu’ammar Rahma Qadafi