“Selama ini kan seleksi berdasarkan kemampuan akademik, nggak keliatan mana yang mampu mana yang enggak, rasa-rasanya itu keliru,” sambung Farid.
Kenaikan upah dan biaya pendidikan yang tak sebanding
Lebih jelas, dengan mengutip investigasi sebuah kantor berita, Farid menjelaskan jika pertumbuhan upah antara lulusan SMA dan perguruan tinggi dengan kenaikan biaya pendidikan tinggi tidaklah sebanding.
Ia menyebut, upah lulusan SMA dan sarjana hanya meningkat sebesar 3 hingga 4 persen pertahunnya. Akan tetapi, pertumbuhan biaya pendidikan tinggi baik swasta atau negeri mencapai 6 hingga 9 persen pertahun.
BACA JUGA: Khususkan UKT Mahasiswa Kurang Mampu, Nadiem: Golongan Pertama Rp500 Ribu dan Kedua Rp1 Juta
Dari situlah Farid melihat tidak adanya kesetaraan antara peningkatan upah dan peningkatan biaya pendidikan tinggi.
“Ibaratnya kita punya anak tahun ini, kuliah di 18 tahun kedepan, melihat grafik kenaikan itu artinya hanya mampu membayar 4-6 semester saja, itu yang disayangkan,” katanya.
Sebelumnya, pada Kamis, 16 Mei lalu, Farid dan perwakilan BEM dari berbagai kampus di Indonesia mengadukan kenaikan UKT ke Komisi X DPR RI di Senayan, Jakarta. Menurut mereka, kenaikan UKT yang terjadi di berbagai kampus tidak wajar dan tidak masuk akal. (*)
Editor: Farah Nazila