SEMARANG, beritajateng.tv – Persaudaraan Lintas Agama (Pelita) Jawa Tengah menyerukan perbaikan fundamental tata kelola pemerintahan Indonesia berbasis moralitas dan tanpa kekerasan.
Seruan ini muncul setelah gelombang unjuk rasa besar sejak 25 Agustus 2025 yang berujung pada korban jiwa, kerusuhan di berbagai daerah, hingga tewasnya Affan Kurniawan, pengemudi ojek online dalam unjuk rasa di Jakarta.
Di tengah gejolak nasional yang terjadi bertepatan dengan peringatan 80 tahun kemerdekaan RI, para tokoh lintas iman menilai bahwa konflik rakyat dan pemerintah adalah puncak dari akumulasi kekecewaan publik.
Menanggapi kondisi tersebut, Pelita mengeluarkan 7 poin seruan moral yang berisi pesan rekonsiliasi di Keuskupan Agung Semarang pada Senin, 1 September 2025. Pesan tersebut di bacakan oleh beberapa pemuka agama dan tokoh masyarakat di Jawa Tengah.
“Apresiasi langkah Presiden dan lembaga negara yang berusaha menyerap aspirasi publik serta menenangkan rakyat melalui janji pemangkasan privilese DPR dan disiplin aparat,” tutur Putu Adi Nugraha, Wakil Ketua PHDI Kota Semarang.
BACA JUGA: Tingkatkan Layanan, RSWN Launching Pelita Darah Wong Semarang
Kedua, kebijakan publik harus berpihak pada rakyat dengan proses partisipatif dan sikap penuh prasangka baik kepada warga sendiri.
Romo FX. Sugiyana Pr., Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Semarang melanjutkan agar aparat diminta menghindari represifitas serta penggunaan kekuatan berlebihan. Dengan memastikan prosedur hukum, akses bantuan hukum, dan pemulihan psikologis, terutama bagi perempuan, anak, dan penyandang disabilitas.
“Kemudian, mahasiswa dan masyarakat diminta fokus pada penyampaian aspirasi tanpa kekerasan. Serta waspada terhadap provokasi pihak-pihak yang ingin memicu aksi destruktif,” kata Nuhab Mujtaba, Koordinator GUSDURian Semarang.