Ahmad Luthfi seolah tak mau kalah. Jenderal bintang tiga tersebut punya relawan Gen Z dan menggandeng influencer Dara Sarasvati untuk berkampanye. Luthfi juga berencana menerbitkan Kartu Zilenial yang nantinya bisa untuk mendapatkan potongan harga internet hingga kopi.
Lalu bagaimana caranya agar pola komunikasi Cagub-Cawagub Jateng tersebut bisa relate dengan anak muda? Jika melihat fenomena beberapa tahun belakangan, anak muda lebih suka sesuatu yang genuine, natural, dan apa adanya. Mereka tak suka dengan hal-hal yang sifatnya artifisial. Apakah ini menandakan era pencitraan politisi sudah berakhir? Mungkin saja.
Belajar dari SBY dan Bambang Pacul
Setidaknya ada dua fenomena yang menggambarkan hal tersebut. Pertama, tampilnya Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Festival Musik Pestapora. SBY tampil menjadi diri sendiri membawakan lagu milik grup band Jamrud dan Tipe-X.
Penampilannya bisa relate dengan para penonton Pestapora yang sebagian besar baru berusia belasan tahun. Mereka masih duduk di bangku SD saat SBY menjadi Presiden. Esok harinya SBY melukis bareng para penonton dipandu Vincent-Desta. Tak ada joget TikTok, tak ada sesuatu yang di create berlebihan agar bisa nyambung dengan anak muda.
Fenomena kedua adalah naiknya nama politisi senior PDIP Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul melalui berbagai podcast. Bambang Pacul pada usia yang tak muda lagi, menyebut dirinya gaptek dan “orang goa” yang tak mengenal medsos, mendadak viral karena berbagai statementnya soal “Korea-Korea”. Pria yang kini menjabat Wakil Ketua MPR RI tersebut memberi petuah hidup dan memacu anak-anak muda dari kalangan bawah untuk “melenting” meraih cita-citanya.
BACA JUGA: Garis Besar Timses Sudah Terbentuk, Hendi Ingin Bambang Pacul jadi Ketua Tim Pemenangan
Banyak pernyataan Bambang Pacul menjadi sound TikTok. Mulai soal “Jangan Lawan Orang Baik dan Orang Cantik” hingga laki-laki tak perlu minder mengejar perempuan meski punya tampang pas-pasan.
Dalam setiap siniar dan acara Kongkow, Ketua DPD PDIP Jawa Tengah ini tampil apa adanya. Ngomong blak-blakan sehingga banyak kata yang terpaksa kena sensor, hingga cuek merokok. Genuine. Jika keviralan itu ternyata berdampak secara elektoral, itu soal lain lagi.
Artifisial gampang dibaca orang
Soal aksi para politisi yang terkesan artifisial ini juga semakin gampang dibaca orang. Sebab sudah ada beberapa politisi sebelumnya yang terlanjur lekat dengan image tertentu.
Jokowi misalnya sudah lama punya image merakyat. Label tokoh yang suka marah-marah sudah terlanjur menempel pada Ahok dan Risma.
Maka jika tiba-tiba ada politisi lain yang mengamuk menegur bawahan dalam sorotan kamera, publik akan bertanya-tanya. Begitu juga jika ada kepala daerah yang marah-marah dan menendang tembok sampai bolong karena hasil pembangunan gedung ia anggap tak sesuai spek, sebagian orang akan menganggapnya aneh.
Kembali ke tema diatas, merebut hati Milenial dan Gen Z pun sebenarnya bisa dilakukan dengan natural dan menjadi diri sendiri. Tanpa melakukan aksi yang artifisial dan dipaksakan. Menonton konser Bruno Mars dan berusaha sing a long misalnya…(*)
Ricky Fitriyanto
Pemimpin Redaksi beritajateng.tv