Baginya, ada beberapa keuntungan Pemilu yang menggunakan sistem proposional terbuka. Ia menjamin bahwa dalam sistem Pemilu terbuka semua pihak akan berperan, baik parpol maupun pemilih.
Tak hanya itu, ia juga menyebut hubungan yang akan terbangun antara pemilih dan calon wakilnya menjadi relatif dekat jika masih menerapkan sistem Pemilu proporsional terbuka.
“Ya sekarang sudah terbangun hubungan antara pemilih dan wakilnya itu relatif dekat. Karena dia ada keharusan untuk bersifat akuntabilitas, untuk datang ke konstituen,” terangnya.
“Kalau nanti tertutup, itu nanti tidak ada hubungan psikologis, paling tidak hubungan politis antara pemilih, konstituen, dengan calon. Dan itu akan menjauhkan. Akhirnya akan elitis. Rakyat sama sekali tidak berdaulat, karena semua dipaket oleh parpol,” imbuh Nur Hidayat.
Sistem terutup sebabkan hilangnya gairah berpolitik hingga legislator yang tak bertanggung jawab
Tak hanya itu, Nur Hidayat membeberkan kemungkinan yang akan terjadi jika MK kukuh untuk mengganti sistem Pemilu menjadi proporsional tertutup.
Selain hubungan antara pemilih dan calon legislatif yang merenggang, legislator yang nantinya terpilih bisa saja merasa tak bertanggung jawab pada mereka yang sudah memilih.
“Yang dipilih tidak merasa bertanggung jawab pada yang di pilih. Pemilih tidak akan bergairah. Calon juga akan tidak merasakan adanya peluang untuk menang, kecuali mereka yang deket dengan yang di pusat, Ketum parpol misalnya,” ungkapnya.
Hal tersebut baginya jelas membuat gairah siapa pun untuk terjun ke dunia politik semakin mengecil. Sehingga Nur Hidayat tetap pada pendiriannya bahwa sistem proporsional terbuka menjadi yang paling tepat untuk negara Indonesia saat ini.
“Sehingga minat orang dalam berpartisipasi dalam politik, khususnya dalam Pemilu, akan menurun. Karena sekali lagi, mereka memiliki peluang yang kecil,” tegasnya.
Mempunyai sepak terjang karier di dunia politik khususnya Pemilu, Nur Hidayat menutup perbincangan dengan pertanyaan yang menohok.
“Bagaimana mungkin kalau kita memilih untuk sesuatu yang kita sendiri tidak tau?” pungkasnya. (*)
Editor: Mu’ammar Rahma Qadafi