SEMARANG, beritajateng.tv – Sebanyak 5 (lima) alumni Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) anestesi Universitas Diponegoro (Undip) hadir sebagai saksi di sidang lanjutan kasus perundungan yang menewaskan dr. Aulia Risma Lestari di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Rabu, 13 Agustus 2025.
Kelima saksi itu hadir untuk meringankan terdakwa Taufik Eko Nugroho dan Zara Yupita Azra. Dalam sidang tersebut, para saksi mengungkap bahwa pasal anestesi dan iuran Biaya Operasional Pendidikan (BOP) yang dipermasalahkan dalam kasus ini sudah ada sejak lama.
Bahkan, salah satu alumni PPDS Anestesi Undip yang masuk kuliah pada tahun 2004 silam, dr. Imam Suyudi, mengaku sudah menjalani pasal anestesi dan iuran BOP tersebut.
BACA JUGA: Saksi Kasus PPDS Undip Zara Menangis di Sidang: Saya Ada Trauma, Capeknya Luar Biasa
Sejak awal masuk perkuliahan PPDS anestesi Undip, Imam mengaku sudah membayar iuran untuk keperluan ujian dan kegiatan akademik di luar SPP resmi. Imam menyebut dirinya menjadi mahasiswa PPDS anestesi atau dokter residen sejak Juli 2004 hingga Desember 2007.
“Besarnya perkiraan Rp40-50 juta waktu itu, itu terpisah ya di luar SPP. Waktu wawancara disampaikan di bendahara, tapi di pelaksanaannya kami membayar ke bendahara residen,” ujar Imam.
Imam menuturkan, besaran uang tersebut ia gunakan untuk membiayai ujian nasional, pemberangkatan simposium, hingga kongres ilmiah
Alumni sebut ‘pasal anestesi’ penting: jika tidak ada itu, junior rentan buat kesalahan
Tak cuma iuran BOP selain SPP kuliah, Imam juga mengaku pasal anestesi sudah ada sejak ia menjadi dokter residen. Adapun poin utama dalam pasal anestesi itu menyatakan bahwa ‘senior selalu benar’.
Kata Imam, pasal anestesi itu sudah ada sejak zaman seniornya. Hal itu Imam ungkap saat menjawab pertanyaan dari Terdakwa Taufik.
“Seingat saya kan itu [pasal anestesi] sudah 20 tahun yang lalu. Pasal satu senior selalu benar, kalau senior salah maka ingat pasal satu, pasal selanjutnya saya lupa,” ujar Imam.