JAKARTA, beritajateng.tv – Pertanian memiliki peran yang penting dalam memastikan ketahanan pangan sebuah negara. Saat ini, ada fenomena positif di mana kesadaran akan pentingnya bertani semakin meningkat di kalangan generasi muda dengan adanya petani milenial.
Dengan menggabungkan teknologi dan semangat ramah lingkungan, pertanian tidak hanya meningkatkan kualitas dan produktivitas, tetapi juga mengangkat derajat petani menjadi sebuah profesi yang bergengsi.
Persepsi yang salah terhadap profesi petani sekarang sudah saatnya ditinggalkan. Saat ini, pertanian dan ketahanan pangan menjadi topik yang sedang hangat diperbincangkan di forum-forum global. Salah satunya adalah dalam pertemuan tingkat tinggi menteri pertanian di G20 India.
Dalam pertemuan tersebut, Menteri Pertanian Indonesia, Syahrul Yasin Limpo (SYL), berhasil meyakinkan para pejabat Korea Selatan untuk mengembangkan pertanian modern di Indonesia.
Menteri Pertanian Indonesia dan Kementerian Pertanian Korea Selatan membahas beberapa poin, termasuk pertanian modern atau modern farm dan kesempatan magang bagi petani milenial Indonesia.
Pertemuan tersebut menekankan pentingnya memperkuat sektor pertanian di kedua negara, terutama dalam peningkatan produktivitas melalui penggunaan teknologi mekanisasi dan pembukaan kesempatan magang bagi petani milenial Indonesia.
Korea Selatan berkomitmen untuk membantu Indonesia dalam menerapkan teknologi pertanian. Mereka bahkan siap menerima sebanyak-banyaknya petani milenial Indonesia untuk magang di negaranya.
Menteri dan Wakil Menteri Pertanian Korea Selatan menyetujui untuk memberikan ruang sebanyak mungkin bagi petani milenial Indonesia untuk magang. Komitmen ini akan dituangkan dalam letters of intent antara Korea Selatan dan Indonesia.
BACA JUGA: PT BISI Internasional Tbk Tantang Petani Muda Blora Tanam Jagung
Generasi Muda yang Menekuni Pertanian
Di Indonesia, fenomena munculnya petani milenial di berbagai daerah menjadi kabar yang menggembirakan. Mereka tidak hanya meneruskan tradisi berladang yang diwariskan oleh nenek moyang, tetapi juga menerapkan teknologi dan prinsip-prinsip ramah lingkungan dalam kegiatan bertani, sehingga menciptakan pertanian yang berkelanjutan.
Dengan pengetahuan dan pendidikan yang mereka miliki, para petani milenial mampu mengembangkan berbagai inovasi dalam pertanian sehingga mencapai tingkat pertanian modern.
Salah satu contoh sukses dari petani milenial adalah Shofyan Adi Cahyono (25). Dia berhasil mengembangkan usaha Sayur Organik Merbabu (SOM) di lereng
Gunung Merbabu, Dusun Sidomukti, Desa Kopeng, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Shofyan dan kelompok tani Citra Muda yang dipimpinnya mengelola lahan pertanian seluas 10 hektar. Ada sekitar 30 petani milenial yang bergabung dalam kelompok tani tersebut, dan Shofyan juga menjalin kemitraan dengan 400 petani organik.
Shofyan menanam 50 jenis tanaman sayuran dan sedang menguji 70 varian lainnya. Hasil panen sayurannya telah dikirim ke berbagai kota di Pulau Jawa, bahkan hingga Kalimantan Selatan.
Dalam upaya membangun ekosistem pertanian yang sehat, Shofyan berharap pemerintah dapat membantu dalam tiga hal, yaitu meningkatkan sumber daya manusia melalui pelatihan, membantu akses pembiayaan, dan memperkuat hubungan antara petani dan pasar.
Meskipun sudah meraih banyak penghargaan dan prestasi, Shofyan tetap memiliki obsesi untuk mengembangkan integrated farming sebagai bentuk agroeduwisata. Hal ini akan menjadi sarana untuk mendukung pertanian yang modern dan memberikan edukasi kepada masyarakat.
Kisah Petani Milenial Lain dari Magelang
Selain Shofyan, ada petani milenial lain yang berasal dari Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Ikhsanuddin (36) adalah pendiri SOGA Farm Indonesia. Meskipun nama SOGA berasal dari Strawberry Organik Gunung Andong, Ikhsan tidak hanya menanam stroberi, tetapi juga berbagai jenis sayuran seperti brokoli, bayam Jepang, pakcoy, bit, tomat ceri, dan lain-lain.
Ikhsan, yang merupakan lulusan pendidikan sains, menggunakan sistem rumah kaca untuk bertani di lahan seluas satu hektar. Dia juga menerima mahasiswa magang untuk belajar di tempatnya. Ikhsan mengaku masih belum berani mengembangkan komoditas hortikultura organik karena permintaan pasar yang masih rendah.