“Jadi [aturan ini] mau memangkas alur distribusi elpiji, dengan harapan masyarakat dapat harga yang lebih baik sesuai HET,” terang dia.
Alasan kebijakan LPG 3 Kg
Lebih lanjut, Boedya menuturkan alasan mengapa ada aturan sedemikan rupa terhadap jual beli gas LPG 3 kilogram. Alasan utama, kata dia, lantaran gas elpiji 3 kilogram yang kerap disebut tabung melon itu merupakan barang subsidi.
“Elpiji barang subsidi, maka alur tata niaga dan alur pendistribusiannya harus dipantau agar tepat sasaran, masuk ke penerima yang sesuai. BBM juga begitu, kalau di BBM ada barcode, kalau elpiji pakai KTP. Dalam tata niaga LPG, Patra Niaga masuk ke agen elpiji. setelah agen, berlangsung distribusi ke pangkalan. Dalam tata niaga [distribusi] terakhir di pangkalan sebenarnya,” jelas Boedya.
Distribusi yang seharusnya berakhir sampai pangkalan itu, menurutnya, menimbulkan masalah di masyarakat saat ini.
“Mulailah timpbul permasalahan, di Jawa Tengah sudah kita genjot untuk pangkalan diperbanyak. Agar akses masyarakat untuk mendapatkan elpiji itu dapat kemudahan. Sudah mulai meningkat, banyak,” bebernya.
Menurut data Patra Niaga, Boedya menyebut ada sekitar 54 ribu pangkalan di Jawa Tengah. Angka tersebut ialah 21 persen nasional.
BACA JUGA: Pemkab Rembang Gelar Uji BDKT, Pastikan Gas LPG 3 Kg Aman dan Sesuai Takara
Pihaknya memastikan, setiap desa di Jawa Tengah memiliki pangkalan.
“Kita menggenjot supaya desa minimal harus ada pangkalan, supaya jangan terkotak-kotak. Di Jateng ada 8 ribuan desa. Artinya, jumlah pangkalan, kalau kita pukul rata walau gak sama persis, dalam satu desa sudah ada 5 sampai 6 pangkalan,” pungkas dia. (*)
Editor: Farah Nazila