Scroll Untuk Baca Artikel
Jateng

Apindo Khawatir UMP Naik 6,5 Persen Timbulkan PHK, Disnakertrans Jateng: Kami Sudah Mitigasi

×

Apindo Khawatir UMP Naik 6,5 Persen Timbulkan PHK, Disnakertrans Jateng: Kami Sudah Mitigasi

Sebarkan artikel ini
Apindo UMP
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Tengah, Ahmad Aziz, usai rapat bersama Dewan Pengupahan di Kantor Disnakertrans Jawa Tengah, Jumat, 6 Desember 2024 sore. (Made Dinda Yadnya Swari/beritajateng.tv)

“Bahkan ada beberapa perusahaan/PT di KIK ikut job fair seminggu lalu yang Menteri Tenaga Kerja buka, itu butuh 1.000 tenaga kerja, pabrik sepatu HOKA juga butuh banyak tenaga kerja, banyak investor yang menanam investasi di Jateng dan banyak kebutuhan tenaga kerja,” tegas Aziz.

Tak hanya itu, Aziz juga menyinggung tingkat pengangguran terbuka (TPT) Jawa Tengah yang ia klaim lebih rendah ketimbang provinsi lain.

“Itu terbukti TPT Jawa Tengah lebih rendah ketimbang provinsi lain. Sekarang 4,78, kalau gak salah tahun kemarin 5,13 persen. Jadi tingkat pengangguran terbuka menurun, ini berkat investasi di Jateng yang menyerap tenaga kerja lebih banyak,” pungkas dia.

BACA JUGA: Upah se-Jateng Bakal Naik 6,5 Persen, Kota Semarang Bisa Sentuh Rp3,4 Juta

Keberatan UMP naik 6,5 persen

Kabar sebelumnya, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jateng, Frans Kongi, mengaku sangat keberatan dengan kenaikan UMP hingga 6,5 persen.

“Kita belum tahu dasarnya apa kenaikan 6,5 persen ini, tapi menteri sudah tetapkan. Jadi kita sekarang mau apa? Ya kita berusaha untuk melaksanakan ini, meskipun kita memang kecewa karena dasarnya itu tidak jelas,” ujar Franz, Rabu, 4 Desember 2024.

Ia menilai, akan ada ribuan pengusaha di Jateng yang terdampak adanya kenaikan UMP hingga 6,5 persen. Pasalnya, kenaikan itu pihaknya nilai terlalu berat, khususnya bagi industri kecil dengan tenaga kerja melimpah seperti garmen, alas kaki, tekstil.

Menurut Frans, kenaikan UMP 6,5 persen yang terlalu tinggi itu akan berpengaruh pada banyak hal. Salah satunya peningkatan biaya produksi yang berpotensi membuat produksi di salah satu industri mandek dan berujung adanya pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Harga produk mau tidak mau dinaikkan dan ini akan mengurangi daya saing kita, ini yang kita khawatirkan. Pengurangan daya saing berarti barang kita bisa tidak laku. Kalau produk kita menumpuk di pabrik, berarti kita pengurangan jam kerja. Bisa jadi pengurangan tenaga kerja. Tapi kita berusaha untuk menghindari,” sambungnya. (*)

Editor: Mu’ammar R. Qadafi

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik tombol berikut:
Gabung ke Saluran

Tinggalkan Balasan