Namun, aturan Musdesus membuat opsi transformasi koperasi lama jadi rumit.
“Kalau misalnya koperasi existing seperti KUD kan biasanya berdiri di tingkat kecamatan. Kalau lewat Musdesus, siapa yang jadi pengawas? Harus kades ex-officio. Jadi sulit kalau KUD dipakai. Akhirnya kita dorong untuk mendirikan koperasi baru di tiap desa lewat Musdesus,” jelasnya.
Artinya, tutur Desy, setiap desa di Jawa Tengah tetap di wajibkan memiliki KDMP meskipun sebelumnya sudah ada koperasi besar yang berjalan.
Dikritik legislator Jateng lantaran tumpang tindih dengan BUMDes, Desy ingatkan pembentukan KDMP itu Inpres
Program KDMP juga tak luput dari kritik. Sebelumnya, Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sekaligus Anggota DPRD Jawa Tengah, Tugiman, sempat menyoroti keberadaan KDMP yang teranggap tumpang tindih dengan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) yang sudah ada di banyak desa.
Menanggapi kritik itu, Desy menegaskan KDMP dan KKMP adalah program nasional yang wajib berjalan karena merupakan turunan langsung dari Inpres 9/25.
“Ini sudah Inpres, artinya mandatori dari presiden. Kami sebagai staf tentu wajib melaksanakan. Apalagi ini bagian dari Asta Cita, khususnya poin dua dan enam,” tegas Desy.
BACA JUGA: Raih Peringkat Kedua Provinsi Taat Bayar PKB, Bapenda Jateng Terus Gencarkan Bumdes Hingga Pelosok
Ia menilai, KDMP dan Bumdes tak harus saling menggantikan, melainkan bisa berjalan beriringan.
“Terkait Bumdes, nanti tinggal bagaimana kebijakan kepala desa untuk menyelaraskan dengan KDMP. Sama-sama lembaga ekonomi yang tujuannya menggerakkan ekonomi desa. Jadi nanti bisa bersinergi. Misalnya usaha tertentu Bumdes tangani, lainnya oleh KDMP,” jelasnya.
Menurut Desy, kunci keberhasilan KDMP ada pada keserasian dengan ekosistem ekonomi desa yang sudah ada.
“Harus ada keserasian mekanisme ekonomi desa, supaya semua bisa berjalan dengan baik,” pungkasnya. (*)
Editor: Farah Nazila