Scroll Untuk Baca Artikel
Catatan Editor

Bayang-bayang Depopulasi yang Mengancam Indonesia, Penyebabnya Karena Childfree?

×

Bayang-bayang Depopulasi yang Mengancam Indonesia, Penyebabnya Karena Childfree?

Sebarkan artikel ini
farah nazila
Farah Nazila. (Dokumen Pribadi)

SETIAP pemimpin suatu kerajaan, negara maupun wilayah pastinya mendambakan kesejahteraan rakyat. Salah satu hal yang ditinjau adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang baik ini dapat dilihat dari adanya peningkatan yang berdasarkan pada kenaikan pendapatan nasional, pendapatan perkapita, dan juga berkurangnya angka pengangguran.

Beberapa tahun belakangan ini, kemajuan ekonomi menghadirkan tantangan baru, khususnya di negara Asia Timur. Apakah tantangan itu? Ialah ketakutan dan segala dilema warga untuk memiliki anak. Angka kelahiran di beberapa negara lebih rendah ketimbang angka kematian. Negara-negara tersebut adalah Jepang, Korea Selatan, China dan Taiwan. Mereka kompak mencatat tren penurunan populasi penduduk atau depopulasi selama beberapa tahun terakhir ini. Bahkan, karena menurunnya jumlah penduduk, Jepang sampai bagi-bagi rumah gratis.

Bagaimana dengan di Indonesia? Apakah masih aman dari fenomena depopulasi ini?

Berdasarkan data dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional mencatat bahwa proporsi penduduk usia 0-14 tahun turun dari 24,56 persen pada 2020 menjadi 19,61 persen pada 2045. Sementara itu, penduduk usia 65 tahun ke atas naik signifikan dari 6,16 persen menjadi 14,61 persen pada 2045. Sedangkan untuk usia kerja 15—64 tahun juga menurun dari 69,28 persen pada 2020 menjadi 65,79 pada momentum 100 tahun Indonesia. Adapun, jumlah penduduk perkiraannya akan mencapai 324 juta orang pada 2045.

BACA JUGA: Kemenag Kota Semarang Ungkap Angka Pernikahan yang Terus Turun, Usia Ideal Menikah Jadi 25 Tahun

Dari data di atas, bukan tidak mungkin depopulasi akan melanda Indonesia. 

Depopulasi ini juga menjadi objek kekhawatiran Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Saat agenda penetapan Rancangan Kerja Pemerintah (RKP) 2024 dan peluncuran prediksi penduduk 2020—2050 di Jakarta, 16 Mei 2023, Ma’ruf menyebut saat Indonesia memasuki masa emas yaitu 100 tahun berdirinya, masyarakat Indonesia akan didominasi oleh penduduk berusia tua sebab pertumbuhan rata-rata di Indonesia sebesar 0,67 persen setiap tahunnya dan terus mengalami perlambatan.

Meski Indonesia saat ini masih tergolong ‘aman’. Namun, fenomena depopulasi ini menjadi sebuah isu menarik di kalangan masyarakat. Salah satu hal yang disoroti adalah tren pernikahan yang semakin turun di Indonesia beberapa tahun belakangan ini.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 menyebutkan, pada 2023 jumlah pernikahan hanya mencapai 1,58 juta pasangan. Angka ini turun 7,51% atau sebanyak 128.000 dibanding 2022 (year-on-year) yang mencapai 1,71 juta pasangan. Penurunan ini bahkan sudah berlangsung secara konsisten selama lima tahun terakhir.

Dari data yang bertebaran di internet tentang adanya tren penurunan angka pernikahan di Indonesia maupun di beberapa negara lainnya ini tentunya memantik rasa penasaran masyarakat.

‘Apa sih penyebabnya?’

‘Kenapa kok bisa begitu?’

‘Bukannya menikah itu enak ya, kok pada ga mau?’

Pertanyaan tersebut kemudian dijawab netizen lain dengan enteng; ‘Karena cewe-cewe pada milih childfree, lah,’

Ya, childfree. Istilah tersebut sempat viral pada awal tahun 2023 lalu karena kontroversi content creator Gita Savitri yang menyebut childfree sebagai cara alami untuk awet muda.

Childfree sendiri merupakan kondisi seseorang maupun pasangan yang memilih untuk tidak memiliki keturunan atau anak. Konsep ini bukanlah pertama kali yang lagi nge-tren di Indonesia, sudah banyak diterapkan di negara-negara maju, seperti Jepang dan Jerman. Sifat dari childfree ini pun sukarela atau pilihan, dan tentunya personal. Jadi, untuk mengambil keputusan ini, pastinya perlu ada pertimbangan-pertimbangan dan resiko tertentu.

BACA JUGA: Tetap Sakral Meski Internasional, Prosesi Pernikahan Adat Jawa Modern Ngetren Lagi

Saya menemukan banyak orang yang enteng menyebut penyebab dari depopulasi ini karena wanita atau pasangan yang childfree. Padahal, tidak ada korelasi antara depopulasi dengan pilihan orang untuk tidak memiliki anak. Permasalahan soal depopulasi ini tak semena-mena tentang pilihan manusianya, tetapi lebih kompleks dari itu.

Depopulasi ini merupakan fenomena sosial yang terjadi karena adanya childlessness, yaitu situasi dimana seorang perempuan tidak bisa punya anak. Berbeda dengan childfree yang memilih untuk tak memiliki anak karena berbagai faktor. Umumnya, orang memilih childfree karena kondisi finansial yang belum memadai, mental yang belum kuat, atau belum menikah.

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik di sini.

Tinggalkan Balasan