“Belum pernah ada lembaga seperti Komisi Yudisial atau institusi lain yang secara tuntas memeriksa putusan-putusan pengadilan yang publik anggap tidak adil. Maka lahirnya amnesti dan abolisi adalah sinyal bahwa proses peradilan pun bisa keliru secara substansial,” jelasnya.
Jawade pun menyoroti perlunya regulasi baru untuk mengoreksi tindakan penyidik dan penuntut umum, khususnya dari lembaga seperti KPK. Tanpa mekanisme pengawasan yang memadai, lanjutnya, praktik kriminalisasi hukum akan terus berulang.
“Ke depan, harus ada pengaturan hukum positif yang memungkinkan evaluasi terhadap langkah-langkah penyidikan dan penuntutan. Bahkan, terhadap putusan pengadilan itu sendiri. Ini penting agar tidak terjadi lagi kriminalisasi dalam penegakan hukum,” tegasnya.
BACA JUGA: Hersubeno Arief soal Abolisi Tom Lembong-Amnesti Hasto: Pukulan Telak atas Dominasi Politik Lama
Seruan untuk meningkatkan transparansi dan kecerdasan hukum publik
Lebih lanjut, Jawade mendorong agar pemerintah menjelaskan secara substansial alasan di balik pemberian amnesti dan abolisi. Tujuannya, agar masyarakat tidak terjebak dalam spekulasi terutama terkait isu-isu sensitif seperti korupsi, narkotika, atau kekerasan seksual.
“Penjelasan tidak cukup hanya bersandar pada formalitas Keppres dan persetujuan DPR. Substansi harus dijelaskan agar publik paham bahwa ini bukan pengampunan atas kejahatan, tapi koreksi atas kriminalisasi kebijakan,” lanjutnya.
Ia juga mengkritisi tekanan psikologis yang kerap membayangi hakim dalam membuat putusan. Menurutnya, praktik semacam ini berpotensi menghasilkan putusan yang tidak sesuai hati nurani. Sekaligus, mencederai independensi lembaga peradilan sebagaimana dijamin oleh UUD 1945.
BACA JUGA: Soroti Amnesti Hasto dan Abolisi Tom Lembong, Ini Kata Pengamat Adi Prayitno: Bukan Semata Hukum
Sebelumnya, Hasto Kristiyanto tertetapkan sebagai tersangka suap dan perintangan penyidikan terhadap Harun Masiku.
Hasto mendapat vonis 3,5 tahun hukuman penjara. Hakim menyatakan Hasto terbukti bersalah memberi suap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 untuk Harun Masiku.
Sementara, Tom Lembong beroleh vonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan terkait kasus impor gula. Vonis itu lebih rendah dari tuntutan jaksa yakni 7 tahun penjara. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi