Politik

Hasan Nasbi Sebut Kritik Penulisan Ulang Sejarah Harus Seorang Ahli, Adi Prayitno: Hak Semua Rakyat

×

Hasan Nasbi Sebut Kritik Penulisan Ulang Sejarah Harus Seorang Ahli, Adi Prayitno: Hak Semua Rakyat

Sebarkan artikel ini
Kritik Sejarah
Pengamat politik Adi Prayitno dalam salah satu video di kanal YouTube-nya. (Foto: YouTube/Adi Prayitno Official)

SEMARANG, beritajateng.tv – Pernyataan Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi soal kritik terhadap penulisan ulang sejarah haruslah seorang ahli sejarah menimbulkan perdebatan publik.

Pengamat politik Adi Prayitno menanggapi hal itu melalui kanal YouTube-nya, Adi Prayitno Official, pada Rabu, 2 Juli 2025. Menurut Adi, publik patut mempertanyakan keabsahan klaim bahwa hanya ahli sejarah yang berhak mengkritik.

“Kalau mau kritik sejarah harus ahli, maka rakyat kecil tak punya ruang bersuara. Susah benar jadi rakyat,” ucapnya tajam.

Ia menyebut bahwa dalam konteks akademik, pernyataan Nasbi bisa dipahami. Namun dalam konteks politik, publik tetap berhak menyampaikan kritik.

BACA JUGA: Kontroversi Fadli Zon soal Penulisan Sejarah Ulang, Bambang Pacul: Jangan Intervensi Sejarawan

“Setiap tindakan pejabat publik sah untuk dikritik oleh siapa pun, bahkan oleh yang bukan ahli sejarah,” tegas Adi.

Ia juga menyoroti banyaknya pejabat yang tidak sesuai bidang. “Kalau mau jujur, banyak pejabat publik tak punya kapasitas di bidangnya. Jabatan mereka hasil akomodasi politik, bukan karena keahlian,” jelasnya.

Polemik ini mencuat lantaran kekhawatiran publik atas penyusunan ulang sejarah yang berpotensi memutihkan peristiwa kelam.

Adi menyoroti pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menampik terjadinya kekerasan terhadap perempuan pada tragedi 1998.

BACA JUGA: Kritik Pemisahan Pemilu Nasional dan Daerah, Adi Prayitno: Apa Kabar Nasib Kepala Daerah dan DPRD?

“Ini problem serius. Banyak saksi dan data menyebut kekerasan itu nyata. Kalau dihapus, sejarah kita cacat,” ujarnya.

Adi menegaskan, penulisan sejarah tak boleh hanya menonjolkan sisi positif penguasa. “Sejarah harus jujur. Hitam ya katakan hitam, putih ya katakan putih. Jangan ada yang dihapus hanya karena pahit,” tuturnya.

Ia mengingatkan bahwa sejarah adalah alat refleksi, bukan alat legitimasi. “Kalau sejarah hanya versi pemenang, bangsa ini kehilangan ingatan kolektifnya,” kata Adi.

Dengan tegas, ia menyimpulkan, “Menulis sejarah harus oleh ahli. Tapi mengkritik? Itu hak semua rakyat.” (*)

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik tombol berikut:
Gabung ke Saluran

Tinggalkan Balasan