Scroll Untuk Baca Artikel
Nasional

Jalan Panjang Pendampingan Korban Kekerasan Online pada Anak

×

Jalan Panjang Pendampingan Korban Kekerasan Online pada Anak

Sebarkan artikel ini
ilustrasi wanita depresi
Ilustrasi wanita depresi. (foto: Pexels/Pixabay)

SEMARANG, beritajateng.tv – Direktur LBH Semarang, Etik Oktaviani mengungkapkan, kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) pada anak mengalami peningkatan pada tahun 2020 hingga 2021. Tepatnya saat masa Pandemi Covid-19.

Saat itu, terjadi lonjakan yang sangat signifikan dibanding tahun sebelumnya. Di mana sebelum Pandemi Covid-19, LBH Semarang nyaris tidak pernah mendapat aduan KBGO pada anak.

“Banyak terjadi di jaman Pandemi Covid-19, saat metode pembelajaran dialihkan ke online, sehingga akses anak ke HP lebih banyak, angkanya naik cukup signifikan,” ungkap saat beritajateng.tv hubungi, Sabtu, 28 Juni 2024.

Menurut Etik, anak rentan menjadi korban KBGO lantaran anak memiliki rasa penasaran yang tinggi terhadap suatu hal. Misalnya, kebanyakan kasus berawal dari perkenalan dengan teman di dunia maya yang secara fisik tidak mereka ketahui.

Dari perkenalan itu beberapa di antaranya berlanjut menjadi hubungan yang lebih intim. Mulai dari situlah anak berpotensi menjadi korban KBGO, di mana mereka akan mengirimkan foto atau video bagian intim tubuh mereka.

Meskipun nantinya pelaku berdalih bahwa korban membagikan data pribadinya dengan konsensual atau persetujuan, akan tetapi hal itu tidak berlaku di mata hukum. Sebab, konsep konsensual tak berlaku bagi anak dan akan tetap termasuk pemaksaan.

“Di mata hukum konsensual itu hanya bisa terjadi bagi subjek cakap hukum, yaitu dewasa dan tidak dalam pengampuan. Sedangkan anak tidak masuk cakap hukum. Maka anak tidak mengenal konsep konsensual,” tekan Etik.

BACA JUGA: Catatan Akhir Tahun 2023 LBH Apik: Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di Jateng Meroket

Selain itu, Etik mengungkapkan jika KBGO pada anak bagaikan lingkaran setan. Sebab, alih-alih melakukan pemerasan materil, pelaku cenderung memiliki sikap ketergantungan.

Artinya, pelaku akan meminta korban untuk terus membagikan foto atau video pribadinya. Jika korban menolak, pelaku akan mengancam menyebarkan foto atau video sebelumnya.

“Jadi kaya lingkatan setan nggak berhenti kalau si anak nggak punya cukup supporting system yang bisa membuat dia percaya diri memutus lingkaran itu,” ucap Etik.

Layer berlapis korban KBGO pada anak

Sementara itu, Etik turut menyoroti adanya layer berlapis yang dihadapi korban KBGO pada anak. Ia menilai, korban anak akan lebih banyak menghadapi konflik dalam upaya melawan KBGO.

Menurutnya, mayoritas korban tidak berani terbuka atas masalahnya kepada pihak keluarga. Sementara korban yang merupakan anak di bawah umur tentu tidak bisa menempuh upaya hukum tanpa pendampingan orang tuanya.

“Anak korban penyebaran konten pribadi, pasti dia nggak berani ngomong sama orang tuanya, takut kena marah, di sisi bersamaan anak tidak bisa melakukan upaya hukum secara mandiri,” bebernya.

Adapun dari sisi bantuan hukum, dalam hal ini termasuk LBH Semarang, juga tidak bisa serta merta terima kuasa dari anak. Sebab, anak masih berada dalam pengampuan dan membutuhkan wali.

“Jadi layer yang dihadapi korban anak itu lebih berlapis, karena kalau korban adalah orang dewasa mereka bisa mewakili dirinya sendiri kan, kalau anak nggak bisa,” tegas Etik.

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik tombol berikut:
Gabung ke Saluran

Tinggalkan Balasan