SEMARANG, beritajateng.tv – Kepala Densus 88 Anti Teror Polri Irjen Pol Marthinus Hukom menyebut terorisme dan radikalisme tak dilatarbelakangi agama dan keyakinan. Aksi terorisme lebih banyak terjadi dari bagaimana pelaku merespon fenomena-fenomena sosial.
“Agama hanya dijadikan sebagai cover untuk memobilisasi gerakan radikal tadi,” ujarnya saat menjadi mengisi Kuliah Umum Kebangsaan bertajuk “Bahaya Virus Propaganda Radikalisme Terorisme di Media Sosial” yang digelar di Soegijapranata Catholic University (SCU), Senin, 20 Maret 2023.
Irjen Pol Marthinus Hukom dalam paparannya memberikan materi tentang radikalisme, terorisme, dan bagaimana dua isu itu dimainkan dalam media sosial dalam bentuk-bentuk propaganda. Menurutnya, radikalisme dan terorisme yang terjadi selama ini tidak dilatarbelakangi oleh agama tertentu.
“Ada dua platform besar yang digunakan oleh mereka, yang pertama adalah facebook, dan yang kedua adalah twitter. Untuk membangun infrastruktur media sosial dalam merekrut para target-target orang-orang yang rentan untuk menjadi komunitas mereka,” lanjutnya.
Dua eks napi terorisme (napiter) yaitu Hadi Masykur dan Munir Kartono turut menceritakan pengalaman mereka mengenai bagaimana proses rekrutmen teroris dilakukan dan bagaimana propaganda terorisme mempengaruhi pikiran seseorang.
Munir Kartono menjelaskan, bahwa salah satu faktor yang dapat menjadikan seseorang rentan terhadap pengaruh terorisme adalah ketika seseorang memiliki permasalahan. Ketika masalah berlarut-larut, kata Munir, orang dapat dengan mudah mendapat pengaruh buruk dari pihak lain.
“Jangan sampai karena satu permasalahan yang kecil, kemudian kalian bisa dirayu, kemudian tergoda, datang orang-orang yang mengajak kalian pada hal-hal yang tidak baik, termasuk aksi-aksi radikalisme, dan itu bisa terjadi di dunia maya,” jelas Munir Kartono.