“Cara memungut sumbangan itu saya cek di sana ternyata sudah benar, karena untuk sumbangan, menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 75 Tahun 2016 Tentang Komite Sekolah, komite itu boleh menarik sumbangan dari orang tua. Mekanismenya itu diundang dulu, dirapatkan orang tua, dan sudah disepakati. Jadi gak ada kesalahan sebetulnya dari kepala sekolah,” tegasnya.
BACA JUGA: Soroti Langkah Ganjar Copot Kepala SMKN 1 Sale, Ketua PGRI Jateng: Apakah Itu Pilihan Terbaik?
Buntut putusan Ganjar, tak ada guru dan siswa yang berani angkat bicara
Alih-alih melakukan protes dan klarifikasi terhadap putusan Ganjar, seluruh guru maupun siswa SMKN 1 Sale tidak berani untuk angkat bicara.
“Ya kalau saya tidak tanya, karena mereka pada diam, tutup mulut lah istilahnya seperti ketakutan. Jadi ketika Pak Widodo pada Januari 2021 menjadi kepsek, yang jelas papan nama SMK saja gak ada, karena memang desa banget tempatnya,” terangnya.
Kehadiran Widodo di SMKN 1 Sale, menurut penelusuran Zainal, telah menghadirkan banyak perubahan. Sehingga ia sangat menyayangkan keputusan Ganjar yang cenderung tergesa-gesa.
“Tapi sekarang sangat pesat kemajuannya, karena dia memang pintar bermitra dengan beberapa perusahaan, sehingga bantu jalannya, yang tadinya orang lewat saja kepleset-pleset karena batuan, tapi sekarang sudah bagus. Saya menyayangkan sikap Pak Ganjar yang memecat tanpa melakukan klarifikasi,” terangnya.
Selain itu, SMKN 1 Sale juga kekurangan tenaga pengajar. Zainal menyebut, SMK Negeri dengan tiga jurusan itu membutuhkan sebanyak 17 orang guru ASN untuk menunjang kegiatan belajar mengajar (KBM).
“Yang lebih menyedihkan, ternyata SMKN 1 Sale kekurangan guru ASN sebanyak 17 orang. Ini Gubernur dan kepala Disdikbud Provinsi Jawa Tengah harus bertanggung jawab, jangan hanya menyalahkan pihak sekolah saja,” pungkasnya. (*)
Editor: Mu’ammar Rahma Qadafi