Akan tetapi, Eti menggarisbawahi, penegak hukum tetap harus mempertimbangkan banyak hal dan proses hukum harus menjadi pilihan terakhir. Sebab, penegak hukum semestinya peka dan sensitif terhadap apa saja kepentingan terbaik bagi anak.
“Masa depan anak tergantung pada bagaimana kita memperlakukan mereka, terutama berkaitan dengan proses peradilan. Stigma atau label yang melekat bagi anak yang berkonflik dengan hukum adalah beban yang berat dan seumur hidup,” bebernya.
BACA JUGA: Awas Kreak! Ini Daftar Gangster yang Berkeliaran di Kota Semarang Beserta Daerah Markasnya
Ia menyebut, selama penindakan anggota gangster yang masih remaja, penegak hukum harus mempertimbangkan tentang diversi, keadilan restoratif, pendampingan, hingga melakukan konseling.
Ia tidak ingin negara memproduksi anak-anak yg berkonflik dengan hukum. Melainkan harus tetap mengupayakan kepentingan terbaik bagi anak terlepas dari perilaku kriminalnya.
“Mereka adalah tanggungjawab kita. Mereka pelaku tetapi juga korban karena kita, keluarga, masyarakat, pemerintah tidak hadir, tidak peduli dan tidak berupaya memberikan pemenuhan hak-hak mereka,” tandasnya. (*)
Editor: Farah Nazila